Tawanan Perang A.S., Menjelang Penghancuran Dresden
![]() |
Tawanan perang Amerika dalam Pertempuran Bulge, 1944 |
Para tawanan Amerika di rumah jagal itu
mendapat tamu yang sangat menarik hati dua hari sebelum Dresden dihancurkan.
Dialah Howard W. Campbell, Jr., seorang Amerika yang menjadi Nazi. Campbell
adalah orang yang menulis monograf tentang perilaku jorok tawanan perang
Amerika. Dia tidak sedang melakukan penelitian tentang tawanan kali ini. Dia
datang ke rumah jagal untuk merekrut orang bagi sebuah satuan militer Jerman
yang disebut “Free American Corps.” Campbell adalah pencipta dan komandan
satuan itu, yang dimaksudkan hanya bertempur di front Rusia.
Campbell berperawakan biasa saja,
tetapi dia mengenakan seragam mewah rancangannya sendiri. Dia mengenakan topi
koboi lebar putih dan lars koboi hitam berhiaskan swastika dan bintang. Dia
dibalut body stocking biru dengan
garis-garis kuning yang menjulur dari ketiak hingga pergelangan kakinya. Emblem
bahunya adalah siluet profil Abraham Lincoln di padang hijau pucat. Dia
menyandang ban lengan besar merah, dengan swastika biru dalam lingkaran putih.
Di kandang babi beton itu dia sedang
menjelaskan makna ban lengannya.
Billy Pilgrim diserang nyeri dada yang
hebat, akibat menyendoki sirup malt sepanjang hari kerja. Dada yang serasa
terbakar itu memaksanya mengucurkan air mata, sehingga gambaran Campbell
dikacaukan oleh lensa bergoyang-goyang air asin.
“Biru adalah langit Amerika,” Campbell
menerangkan. “Putih melambangkan ras yang menjadi pionir di benua itu, yang
mengeringkan rawa-rawa dan membabat hutan serta membangun jalan dan jembatan.
Merah adalah darah para patriot Amerika yang ditumpahkan dengan gagah berani
pada masa yang telah silam.”
Para pendengar Campbell dihajar kantuk.
Mereka sudah bekerja keras di pabrik sirup, lalu berbaris pulang di tengah
dingin. Mereka kurus kering dan bermata cekung. Kulit mereka mulai dipenuhi
luka-luka kecil yang bermekaran. Begitu pula mulut, tenggorokan dan usus
mereka. Sirup malt yang disendoki di pabrik hanya mengandung sedikit vitamin
dan mineral yang dibutuhkan penduduk Bumi.
Kini Campbell menawari orang-orang
Amerika itu makanan, dendeng sapi dan kentang tumbuk dan saus dan pastel berisi
daging cincang, kalau mereka mau bergabung dengan Free Corps. “Begitu Rusia
sudah dikalahkan,” sambungnya, “kalian akan dipulangkan lewat Swiss.”
Tidak ada tanggapan sama sekali.
“Cepat atau lambat kalian harus
memerangi Komunis,” ujar Campbell. “Jadi mengapa tidak menyingkirkannya
sekarang saja?”
[ .... ]
Howard W.
Campbell, Jr. lalu membahas tentang seragam prajurit Amerika dalam Perang Dunia
Kedua: Semua tentara lainnya dalam
sejarah, kaya atau tidak, berupaya memberi seragam hingga serdadu paling keroco
sekalipun agar terlihat mengesankan bagi diri mereka sendiri dan pihak lain
sebagai para ahli yang bergaya dalam minum-minum dan persetubuhan dan
penjarahan serta kematian mendadak. Tentara Amerika, bagaimanapun, mengirim
para prajurit ke medan tempur dan mati dalam modifikasi pakaian kerja yang
jelas sekali dibuat untuk orang lain, hadiah yang sudah disucihamakan tapi
tidak pas di badan dari seorang dermawan angkuh yang membagi-bagikan pakaian
untuk para pemabuk di daerah kumuh.
Ketika seorang perwira berpakaian necis
berbicara kepada seorang gelandangan berpakaian butut, dia sedang menghina si
butut, seperti layaknya yang harus dilakukan semua perwira tentara mana saja.
Tetapi penghinaan perwira itu bukan, seperti lazimnya di ketentaraan mana pun,
gaya seorang paman yang sedang berakting. Itulah ekspresi tulen dari kebencian
terhadap orang miskin, yang tidak bisa menimpakan kesalahan atas penderitaan
mereka kecuali pada diri mereka sendiri.
Seorang administrator kamp tawanan yang
mengurusi tawanan tentara Amerika untuk pertama kalinya harus diingatkan:
Jangan mengharapkan kasih sayang persaudaraan, bahkan di antara sesama saudara
sekalipun. Tidak bakalan ada hubungan erat antara individu-individu.
Masing-masing akan menjadi seorang bocah perengek yang berharap dirinya mati
saja.
Campbell
menuturkan pengalaman pihak Jerman dengan tentara Amerika yang tertangkap. Di
mana-mana mereka sudah terkenal sebagai tawanan perang yang paling meratapi
diri sendiri, paling tidak memiliki rasa persaudaraan dan paling kumal, kata
Campbell. Mereka tidak mampu melancarkan aksi bersama atas inisiatif sendiri.
Mereka merendahkan setiap pemimpin yang berasal dari kelompok mereka sendiri,
menolak menuruti dan bahkan menolak mendengarnya, dengan alasan bahwa pemimpin
itu tidak lebih baik dari mereka, bahwa dia harus berhenti berlagak.
[ ... ]
Laporan itu ditulis
oleh bekas orang Amerika yang menanjak kariernya di Kementerian Propaganda
Jerman. Namanya Howard W. Campbell, Jr. Kelak dia menggantung diri sewaktu
menunggu diadili sebagai penjahat perang.
Begitulah.
Sementara si
kolonel Inggris merawat tangan patah Lazzaro dan memasang plaster pada
pembalut, mayor Jerman itu menerjemahkan dengan lantang kutipan dari monograf
Howard W. Campbell, Jr. Campbell memang pernah sangat dikenal sebagai penulis
drama. Baris-baris pembukaannya berbunyi begini:
Amerika adalah bangsa terkaya di muka
Bumi, tetapi kebanyakan rakyatnya melarat, dan kaum miskin Amerika didorong
untuk membenci diri sendiri. Mengutip humoris Amerika Kin Hubbart, “Menjadi miskin bukanlah aib, tetapi mungkin
saja memang aib.” Sungguh merupakan kejahatan bagi seorang Amerika bila menjadi
miskin, walaupun Amerika adalah sebuah bangsa kaum miskin. Semua bangsa lain
punya tradisi rakyat tentang orang-orang yang miskin namun sangat arif
bijaksana, dan karenanya jauh lebih bernilai daripada semua orang yang memiliki
kekuasaan dan emas. Tak ada kisah semacam itu yang dituturkan orang miskin
Amerika. Mereka menghina diri sendiri dan mengagungkan kelas atas. Rumah makan
atau minum paling buruk, kepunyaan seseorang yang dirinya juga miskin, sering
memasang tanda di dinding yang mengajukan pertanyaan kejam ini: “Kalau kamu
memang begitu pintar, mengapa kamu tidak kaya?” Juga ada selembar bendera
Amerika yang tidak lebih lebar ketimbang telapak tangan anak-anak—dilekatkan
pada sebatang lollipop dan berkibar di mesin kasir.
Penulis monograf
itu, orang asli Schenectady, New York, oleh sementara orang dikatakan mempunyai
I.Q. tertinggi dari semua penjahat perang yang dihukum mati di tiang gantungan.
Begitulah.
Orang Amerika, seperti umat manusia di
mana saja, meyakini banyak hal yang jelas-jelas tidak benar, sambung monograf
itu. Ketidakbenaran paling destruktif
mereka adalah pernyataan bahwa sangat gampang bagi setiap orang Amerika untuk
mendatangkan uang. Mereka tidak akan mengakui betapa sangat sulit pada
kenyataannya uang datang dan, karena itu, mereka yang tidak punya uang hanya
bisa menyalahkan dan menyalahkan dan menyalahkan diri sendiri. Kegemaran
menyalahkan diri ini adalah harta karun bagi orang kaya dan berkuasa, yang
lebih sedikit berurusan dengan orang miskin, entah itu secara publik atau
privat, ketimbang kelas berkuasa lain semenjak, katakanlah, era Napoleon.
Banyak hal baru yang berasal dari
Amerika. Yang paling mencengangkan, sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya,
adalah massa orang miskin tanpa martabat. Mereka tidak mencintai satu sama lain
karena mereka tidak mencintai diri sendiri. Begitu hal ini dipahami, perilaku
tidak menyenangkan tentara Amerika di kamp-kamp tawanan Jerman tidak akan lagi
menjadi misteri.
Cuplikan dari Rumah Jagal Lima (Slaughterhouse-Five
Or The Children’s Crusade; A Duty-dance with Death karya Kurt Vonnegut, Jr.),
KJ, Yogyakarta, 2015.
Comments
Post a Comment