Hujan Bom Dresden
![]() |
Seusai pengeboman Dresden, April 1945 |
Salah
satu buku yang dibawakan Lily untuk Rumfoord adalah The Destruction of Dresden, karya seorang Inggris bernama David
Irving. Buku itu edisi Amerika, diterbitkan oleh Holt, Rinehart and Winston
tahun 1964. Yang dikehendaki Rumfoord dari buku itu adalah bagian prakata oleh
kawannya, Ira C. Eaker, Letnan Jenderal, U.S.A.F, purnawirawan, dan British Air
Marshal Sir Robert Saundby, K.C.B., K.B.E., M.C., D.F.C., A.F.C.*
Sulit bagi saya memahami orang-orang Inggris atau Amerika
yang meratapi warga sipil musuh yang terbunuh tetapi tidak meneteskan setitik
pun air mata bagi awak pesawat gagah berani kita yang hilang dalam pertempuran
melawan kekejaman musuh, demikianlah sebagian yang ditulis temannya, Jenderal
Eaker. Saya rasa akan bagus sekali bagi
Mr. Irving untuk mengingat, ketika dia sedang membuat lukisan mengerikan
tentang penduduk sipil yang tewas di Dresden, bahwa roket-roket V-1 dan V-2
pada saat itu juga jatuh di Inggris, membunuh kaum pria sipil, wanita dan
anak-anak tanpa pandang bulu, sebagaimana tujuan roket-roket itu dirancang dan
diluncurkan. Barangkali akan sangat bagus mengingat-ingat Buchenwald dan
Coventry juga.
Prakarta
Eaker ditutup seperti ini:
Saya menyesalkan sedalam-dalamnya pembom-pembom Inggris
dan Amerika yang membunuh 135.000 penduduk dalam serangan ke Dresden, tetapi
saya ingat siapa yang memulai perang dan saya lebih menyesalkan lagi hilangnya
lebih dari 5.000.000 nyawa Sekutu dalam usaha yang sangat diperlukan untuk
mengalahkan secara telak dan menghancurkan Naziisme hingga ke akar-akarnya.
Begitulah.
Sedangkan
yang dikatakan Air Marshal Saundby, antara lain, adalah sebagai berikut:
Bahwa pengeboman Dresden adalah tragedi besar tak seorang
pun mengingkarinya. Bahwa itu memang suatu keharusan militer sedikit, setelah
membaca buku ini, yang akan percaya. Itulah salah satu hal mengerikan yang
kadang-kadang terjadi dalam masa perang, dimunculkan oleh kombinasi tidak
menguntungkan dari berbagai keadaan. Mereka yang menyetujui pengeboman itu
bukanlah orang yang jahat atau kejam, meski mungkin sekali mereka terlalu jauh
dari realitas kejam perang untuk memahami sepenuhnya kekuatan merusak yang
mengerikan bombardir udara pada musim semi 1945.
Para pendukung perlucutan senjata nuklir agaknya meyakini
bahwa, jika mereka bisa mencapai tujuan mereka, perang akan menjadi bisa
ditolerir dan layak. Sebaiknya mereka membaca buku ini dan mempertimbangkan
nasib Dresden, di mana 135.000 orang tewas sebagai akibat dari serangan udara
dengan senjata konvensional. Pada malam 9 Maret 1945, sebuah serangan udara
atas Tokyo oleh pembom berat Amerika, menggunakan bom-bom pembakar dan berdaya
ledak tinggi, menyebabkan tewasnya 83.793 orang. Bom atom yang dijatuhkan di
Hiroshima menewaskan 71.379 orang.
Begitulah.
[ ... ]
“Itu
harus dilakukan,” Rumfoord meyakinkan
Billy, berbicara tentang penghancuran Dresden.
“Saya
tahu,” kata Billy.
“Itulah
perang.”
“Saya
tahu. Saya tidak sedang mengeluh.”
“Pasti
seperti neraka di bawah.”
“Memang,”
Billy membenarkan.
“Kasihanilah
orang-orang yang terpaksa melakukan-nya.”
“Saya
kasihan.”
“Perasaan
Anda pasti campur aduk, di bawah sana.”
“Tidak
ada masalah,” tukas Billy. “Semuanya
baik-baik saja, dan semua orang melakukan apa yang memang harus dilakukan. Saya
mempelajari itu di Tralfamadore.”
[ ... ]
“Dresden dihancurkan pada malam tanggal 13 Februari 1945,” Billy Pilgrim
mengawali cerita. “Kami keluar dari perlindungan keesokan harinya.” Dia
ceritakan pada Montana tentang keempat penjaga yang, dalam keterpanaan dan
kepiluan mereka, menyerupai sebuah kuartet barbershop.
Dia bercerita tentang rumah penyimpanan ternak yang pos penjagaannya lenyap,
atap dan jendelanya lenyap—menceritakan padanya tentang kayu yang
berserakan. Banyak orang terjebak dalam
badai api. Begitulah.
Billy bercerita pada Montana apa yang terjadi dengan bangunan-bangunan yang
tadinya membentuk tebing di sekitar tempat penyimpanan ternak. Luluh lantak.
Kayu-kayunya habis terbakar, bebatuannya berantakan, satu sama lain saling
tindih hingga akhirnya terekat menjadi kurva rendah dan menawan.
“Seperti bulan,” kata Billy Pilgrim.
Para penjaga memerintahkan orang-orang Amerika itu berjajar empat-empat.
Mereka patuh. Lalu penjaga menyuruh mereka berbaris kembali ke kandang babi
yang menjadi rumah mereka. Temboknya masih berdiri, tetapi jendela dan atapnya
lenyap, dan tidak ada apa pun di dalam selain abu dan tumpukan kaca lumer.
Kemudian disadari bahwa tidak ada makanan atau air sama sekali, dan bahwa yang
selamat, jika mereka mau terus bertahan, harus mendaki kurva demi kurva di
permukaan bulan.
Mereka pun melakukannya.
Kurva-kurva itu tampak lembut hanya jika dipandang dari kejauhan.
Orang-orang yang memanjatnya tahu bahwa kurva-kurva itu berbahaya, benda-benda
bergerigi—panas bila dijamah, sering tidak stabil—gampang sekali, kalau
bebatuan yang penting diusik, berguguran, dan membentuk kurva-kurva yang lebih
rendah dan lebih padat.
Tak seorang pun membuka mulut saat ekspedisi itu mengarungi bulan. Tak ada
yang layak diucapkan. Satu hal sudah jelas: Semua orang di kota itu pasti
tewas, tak peduli di mana mereka berada, dan siapa pun yang bergerak di kota
itu merepresentasikan sebuah cacat pada desain. Rancangannya adalah tidak ada
orang di bulan.
Pesawat-pesawat tempur Amerika menukik di bawah asap untuk memeriksa jika
ada sesuatu yang bergerak. Mereka melihat Billy dan teman-temannya bergerak di
bawah sana. Pesawat-pesawat tersebut menyemprot mereka dengan peluru senapan
mesin, tapi meleset. Lalu para pilot pemburu melihat beberapa orang lain sedang
menuruni tepian sungai dan menembaki mereka. Kena sebagian. Begitulah.
Gagasannya adalah mempercepat berakhirnya perang.
* Knight Commander of the Order of the Bath, Knight
Commander of the Order of the British Empire, Military Cross, Distinguished
Flying Cross, Air Force Cross.
Cuplikan Rumah Jagal Lima
(terjemahan Slaughterhouse-Five or The Children’s Crusade; A Duty-dance with
Death, Kurt Vonnegut).
Sumber gambar: https://www.pinterest.com/pin/484559241129562639/
Comments
Post a Comment