Contentious Politics (3)
Menyusul berbagai
peristiwa tersebut, para pengamat Barat memandang pengambilalihan Rusia sebagai
awal krisis politik luar negeri terburuk sejak Perang Dingin. Di Brussels, EU
dan NATO mengecam keras bahwa serangan itu melanggar komitmen Rusia untuk
menghormati integritas teritorial Ukraina. Di Washington, Presiden Obama
meluncurkan serangkaian sanksi ekonomi fatal, sementara di Moskwa mesin
propaganda Kremlik menggelorakan semangat patriotik mendukung pencaplokan.
Tetapi masih banyak peristiwa yang bermunculan: Begitu semenanjung Krimea lepas
dari Ukraina pecah perang antara kaum militan pro-Rusia di timur negeri itu,
dibantu pasukan Rusia, melawan agen-agen negara Ukraina yang nyaris tak
berdaya. Tentara-tentara tanpa identitas mengambil alih gedung-gedung
pemerintah di dua belas kota Ukraina tenggara. Mereka ditolong oleh ketidakmampuan
pemerintah baru Ukraina memberikan respons efektif terhadap tekanan mereka dan
oleh kehadiran 40.000 pasukan Rusia, ditopang oleh kampanye propaganda yang
dipancarkan dari Moskwa. Sebuah gelombang perseteruan melawan sebuah negara
yang lemah dan korup telah menyebabkan runtuhnya sebuah pemerintahan, sebuah
kontra-gerakan internal, dan pengambilalihan semi militer oleh sebuah negara
tetangga yang menumpang suatu pemberontakan nasionalis.
Politik Perseteruan
Apa kesamaan
antara kampanye menentang perdagangan budak di Inggris abad kedelapan belas
dengan perpecahan parsial dan perang saudara di Ukraina pada tahun 2014?
Walaupun kita bisa mengidentifikasi banyak perbedaan, peristiwa-peristiwa beda
zaman dan tempat itu adalah episode-episode dari apa yang kita sebut politik perseteruan. Di kedua pentas
tersebut para aktor mengklaim otoritas, menggunakan performa publik untuk
membuat klaim tersebut, mengandalkan bentuk-bentuk warisan aksi kolektif
(istilah kami untuk ini adalah repertoar)
dan menciptakan bentuk-bentuk yang baru, menjalin persekutuan dengan
anggota-anggota berpengaruh entitas politik masing-masing, memanfaatkan
peluang-peluang rezim politik yang ada dan menciptakan peluang-peluang baru,
dan menggunakan kombinasi rutinitas institusional dan ekstrainstitusional untuk
memajukan klaim-klaim mereka.
Politik perseteruan melibatkan
berbagai interaksi di mana para aktor membuat klaim-klaim berkaitan dengan kepentingan
aktor-aktor lain, menghasilan upaya-upaya terkoordinasi demi kepentingan atau
program bersama, di mana pemerintah terlibat sebagai sasaran, pemrakarsa klaim,
atau pihak ketiga. Dengan demikian politik perseteruan menyatukan tiga komponen
familier kehidupan sosial: perseteruan, aksi kolektif, dan politik.
Perseteruan melibatkan
penciptaan klaim yang menyangkut kepentingan orang lain. Dalam kehidupan
sehari-hari, perseteruan merentang dari masalah-masalah kecil seperti acara
televisi apa yang akan kita tonton malam ini sampai pertanyaan-pertanyaan lebih
besar seperti apakah Sue, saudari Anda, mesti menikah dengan laki-laki yang
berkencan dengannya. Tetapi perseteruan terjadi juga dalam pertandingan sepak
bola, kampanye iklan saingan, dan pertengkaran antara pasien yang rewel dan
dokter yang gampang marah.
Dalam versi paling
sederhana perseteruan, satu pihak membuat klaim atas pihak lain. Pihak-pihaknya
sering kali perorangan, tetapi salah satunya bisa juga sebuah kelompok atau
bahkan lembaga; Anda bisa membuat klaim terhadap sekolah Anda atau mengajukan
klaim kepada pemerintah untuk mendapatkan tunjangan pengangguran. Dalam versi
dasar, kita bisa mengangga satu pihak sebagai subjek (pembuat klaim) dan pihak
lain sebagai objek (penerima klaim). Klaim selalu melibatkan setidak-tidaknya
sasaran nyata satu objek terhadap setidak-tidaknya satu objek. Anda (subjek)
bisa meminta seorang teman (objek) untuk mengembalikan uang yang dia pinjam
dari Anda kemarin. Tetapi klaim bisa merentang dari permintaan dengan segan
sampai tuntutan lantang hingga serangan langsung, asalkan klaim-klaim tersebut,
jika terwujud, pasti berpengaruh pada kesejahteraan objek atau kepentingan
objek. Sering kali ada tiga atau lebih pihak yang terlibat, misalnya ketika
Anda menuntut teman Anda mengembalikan ternyata dia hendak menyerahkannya ke
kreditor lain. Perseteruan selalu menyatukan subjek, objek, dan klaim.
Aksi kolektif berarti
mengoordinasikan upaya-upaya demi kepentingan atau program bersama. Tim sepak
bola menghendaki aksi kolektif, tetapi begitu pula gereja,
perkumpulan-perkumpulan sukarela, dan para tetangga yang membersihkan rumput
dari tanah kosong. Ketika Anda pergi ke sekolah atau bekerja untuk sebuah
perusahaan besar, Anda memasuki sebuah organisasi yang menjalankan aksi
koletif. Tetapi sebagian besar aksi kolektif yang terlibat berlangsung tanpa
pertikaian signifikan dan tidak melibatkan pemerintah. Sebagian terbesar aksi
kolektif berlangsung di luar politik perseteruan.
Sebagian besar
perseteruan juga berlangsung di luar politik. Kita memasuki ranah politik ketika kita berinteraksi dengan
agen-agen pemerintah, entah itu berurusan langsung dengan mereka atau terlibat
dalam aktivitas-aktivitas berkaitan dengan hak-hak pemerintahan, regulasi, dan
kepentingan pemerintah. Politik yang dimaksud merentang dari urusan-urusan
sangat rutin seperti mengajukan permohonan surat izin mengemudi hingga
persoalan-persoalan genting seperti apakah suatu negara mesti berperang. Tetapi
sebagian besar politik tidak banyak melibatkan perseteruan atau sama sekali
tidak melibatkan perseteruan. Yang sering terjadi adalah orang-orang mengajukan
permohonan tunjangan, menjawab pertanyaan petugas sensus, mencairkan cek
pemerintah, atau menunjukkan paspor mereka kepada petugas imigrasi tanpa
mengajukan klaim signifikan atas orang lain.
Kehadiran atau
ketidakhadiran pemerintah dalam perseteruan menyebabkan perbedaan karena tiga
alasan besar. Pertama, orang yang mengontrol pemerintahan memiliki keunggulan
daripada orang yang tidak memiliki kontrol demikian. Bahkan saat pemerintahan
lemah, kontrol atas pemerintahan memberi Anda sarana untuk memungut pajak,
mendistribusikan sumber daya, dan mengatur perilaku orang lain. Akibatnya,
perseteruan politik menyodorkan risiko, betapapun kecilnya, bagi keuntungan
mereka yang sedang menikmati kekuasaan pemerintahan.
Kedua, pemerintah
selalu membuat peraturan yang mengatur perseteruan: siapa yang bisa membuat klaim
kolektif apa, dengan cara apa, dengan hasil seperti apa. Pemerintahan yang
lemah sekalipun memiliki pengaruh atas bentuk-bentuk pembuatan klaim yang
berlaku, dan menentang siapa saja yang membangun pusat-pusat kekuasaan
kompetitif di wilayah mereka.
Ketiga, pemerintah
mengontrol sarana-sarana koersif substansial: tentara, kepolisian, pengadilan,
penjara, dan lain sebagainya. Ketersediaan koersi pemerintahan memberikan
kekuatan bagi perseteruan politis yang jarang-jarang ada di luar arena politik.
Dalam pertikaian politis, kekerasan berskala besar selalu merupakan
kemungkinan, betapapun samarnya. Pertikaian yang berkaitan dengan pemerintahan
sama saja dengan pertikaian dalam keluarga, olahraga, gereja dan bisnis dalam
beberapa hal. Kadang-kadang kita menenekankan perhatian pada
kesejajaran-kesejajaran itu. Tetapi kita mengutamakan perseteruan terkait
pemerintah karena ia memiliki sifat-sifat khas tadi.
Sebaiknya kita
segera menyampingkan beberapa kemungkinan kesalahpahaman. Pembatasan politik
perseteruan pada pembuatan klaim yang bisa dikatakan melibatkan pemerintah
bukan berarti menyiratkan bahwa pemerintah harus dipandang sebagai pembuat atau
penerima klaim-klaim perseteruan. Justru sebaliknya, sebagaimana diungkapkan
dalam buku ini, kita akan menjumpai banyak sekali perseteruan di mana
aktor-aktor nonpemerintah saling bertarung dan membuat klaim atas pemegang
kekuasaan keagamaan, ekonomi, etnis atau
kekuasaan nonpemerintahan lainnya. Masih ingat kisah yang mengawali bab ini? Di
Inggris maupun Amerika, para aktivis antiperbudakan mula-mula menujukan klaim
mereka kepada para pemilik budak dan baru kemudian kepada pemerintah, yang
diseret ke dalam aksi karena mereka mendukung atau menentang perbudakan dan
hanya mereka yang bisa menyelesaikan konflik hukum dan fisik yang ditimbulkan
perbudakan.
Contentious
Politics (4)
Catatan: Diterjemahkan
dari Charles Tilly & Sidney Tarrow, Contentious
Politics, Oxfor University Press, h. 6 – 9.
Comments
Post a Comment