Posts

Showing posts from July, 2015

Komposisi

Image
Rahnaward Zariab Aku duduk di kelas empat sekolah dasar. Di hari pertama dimulainya pelajaran, guru kami datang dan menyapa kami, “Anak-anak ...” Kemudian dia mulai berjalan ke bagian paling belakang kelas kami. Pandangan matanya mengarah ke bawah. Dia seperti orang menghitung setiap ubin di lantai yang dilaluinya. Dia kelihatan begitu pendek. Dan kenyataannya memang guru kami itu pendek. Tiba-tiba, dia terbentur tembok. Dia selalu melihat ke atas—setiap dia selesai menghitung ubin lantai. Bibirnya digerakkannya beberapa kali sampai akhirnya dia mulai berbicara. “Besok, masing-masing dari kalian harus membuat sebuah komposisi tentang musim semi,” katanya. Hal ini menjadi sebuah kejutan bagi kami. Kami semua merasa heran dan bingung, sementara di telinga kami terngiang “Sebuah komposisi?”, “—tentang musim semi.” Guru kami pasti sudah bisa merasakan semua kebingungan kami akan hal itu. Karenanya dia kemudian mulai menjelaskan apa sebetulnya yang harus kami kerjakan

Tarian Sang Ngengat

Image
  Tarian Sang Ngengat Farzad Bahari Menatap hujan merintik satu demi satu, aku lewati lagi hari yang suram, hari yang begitu sepi. Apartemenku yang kecil, gelap, dan kotor terlihat lebih kecil, lebih gelap dan lebih kotor setiap harinya. Hujan turun lebih deras. Tetesan air hujan dari retakan atap yang jatuh ke lantai kosong dan bisu tempat aku duduk terdengar seperti tik-tok jam kakekku. Aku memejamkan mata dan mendengar nyanyian hujan yang seolah bercerita tentang sebuah kisah tua. Aku mendengarkannya, seperti seorang anak mendengarkan cerita dari ibunya sebelum tidur—menyimak kata demi kata. Sebuah cerita hujan yang tiada henti. Ia bicara dan mengajari kami, tetapi kebanyakan dari kami tidak begitu menggubris cerita tentang masa lalu dan para leluhur. Aku sentuh dadaku, tapi tidak kurasakan detak jantung. Sudah lama aku tidak mendengarnya. Aku berusaha membayangkannya berdetak tapi aku gagal dan gagal lagi. Namun darahku masih mengalir dalam pembuluhnya. Aku duduk

Awal Baru

Image
  Mata Yang Setia Oleh: Mahtab Shabzad Aku berdiri di tengah dingin salju. Tubuhku menggigil. Kulit beruangku memucat. Air mataku menjadi butiran-butiran es. Perasaan hampa menghantuiku, membawaku ke seberang dunia. Napasku mengepul seperti asap. Ribuan jarum terasa menusuki kulit persikku, tenang dan terus, seperti jarum mesin jahit menembusi kain. Paru-paru merah muda seketika berubah merah tua di tubuhku yang hangat. Di dalam diriku, ada hutan sedang terbakar. Hangat apinya berasal dari satu jiwa lain. Salju berjatuhan dan menguburku di bawah hamparan dada yang menggunung putih seputih susu. Sementara itu aku tetap berdiri dan dengan sabar menunggu datangnya matahari. Menunggu matahari mencairkan salju segar menjadi sari lezat sebuah kehidupan dan menjadikannya satu awal yang baru. Detik menjadi momen, momen menjadi jam, namun waktu bagiku tak penting lagi karena ia tak memberikan arti apa pun. Waktu tak bertujuan, dan aku tak berada di bawah pengaruhnya. Matahari

Cyril (II)

Image
Prangko Bulgaria bergambar St. Cyril dan St. Metodius Cyril (I) Daubmannus menuturkan kisah berikut tentang asal mula aksara Slav. Bukan pekerjaan mudah menjinakkan bahasa barbar. Pada suatu musim gugur pendek sepanjang tiga pekan, kedua bersaudara itu duduk di bilik sempit mereka, berusaha menulis huruf yang nantinya disebut orang Cyrillic. Mereka dihadang jalan buntu. Dari bilik orang hanya bisa melihat dengan jelas setengah Oktober, dan di dalam bilik itu keheningan adalah satu jam berjalan panjang dan dua jam berjalan lebar. Metodius lalu mengarahkan perhatian saudaranya pada empat tempayan yang berdiri di jendela bilik mereka, di luar, di sisi lain terali. “Jika pintu terkunci, bagaimana caraku mengambil salah satu tempayan itu?” tanyanya. Konstantin memecahkan salah satu tempayan, lalu memasukkan pecahan itu keping demi keping lewat terali ke dalam bilik, di mana dia merangkai kembali tempayan itu, merekatkannya dengan ludah dan lempung dari tanah. Itu pula yang me