Posts

Showing posts from May, 2015

Menjembatani Dua Dunia (7)

( Sebelumnya ) Kadang-kadang saya lupa pada tekad saya untuk tidak terlibat dalam perbantahan yang tidak perlu. Beberapa tahun silam saya menjadi tamu sebuah perjamuan makan diplomatik di Trinidad. Perempuan muda yang duduk di sebelah saya sedang berbicara dengan pendeta Kristen, orang Inggris, yang duduk di hadapannya. Saya hanya mengikuti setengah pembicaraan mereka ketika mendengar perempuan itu mengatakan bahwa dia tidak yakin kalau dirinya percaya pada progres manusia. Pendeta itu menjawabnya dengan begitu kasar dan penghinaan sedemikian rupa hingga saya tidak mampu menahan godaan untuk mengatakan, “Dia benar, sangat benar—tidak ada itu yang namanya progres!” Si pendeta berpaling kepada saya, wajahnya dipenuhi amarah, dan berkata, “Kalau saya berpikiran begitu saya akan bunuh diri malam ini juga!” Karena bunuh diri adalah dosa besar bagi orang Kristen maupun umat Islam, untuk pertama kalinya saya menyadari sejauh mana keyakinan pada progres, pada “masa depan yang lebih bai

Menjembatani Dua Dunia (6)

Image
Islam and the Destiny of Man, Gai Eaton ( Sebelumnya ) Cepat sekali waktu saya di Cambridge berlalu dan saya dikirim ke Akademi Militer Kerajaan, Sandhurst. Lima bulan kemudian muncul sebagai perwira muda yang siap membunuh atau terbunuh. Untuk mempelajari lebih banyak tentang seni perang saya pun ditugaskan “melekat” pada sebuah resimen di bagian utara Skotlandia. Di sana saya dibiarkan berbuat sesuka hati dan saya menghabiskan waktu dengan membaca atau berjalan-jalan di batu-batu karang granit di atas ganasnya laur utara. Tempat itu penuh badai, tetapi saya merasakan kedamaian yang belum pernah saya dapati sebelumnya. Semakin banyak saya membaca Vedanta dan juga ajaran-ajaran Taoisme Cina kuno, semakin yakin saya jadinya bahwa akhirnya saya memahami sifat segala sesuatu dan menangkap, meski itu hanya dalam pemikiran dan imajinasi, Realitas pamungkas di mana hal-hal lain tak lebih dari sekadar mimpi. Meski begitu, saya belum siap menyebut Realitas itu “Tuhan”, apalagi Allah .

Menjembatani Dua Dunia (5)

Image
Gai Eaton, Islam and the Destiny of Man ( Sebelumnya ) Dari Charterhouse saya masuk ke Cambridge, di mana saya menelantarkan studi formal saya, yang tampaknya sepele dan menjemukan, demi satu-satunya studi yang saya tekuni. Saat itu tahun 1939. Perang pecah tepat sebelum saya masuk universitas itu dan, selama dua tahun, saya bertugas di ketentaraan. Tampaknya, bagaimanapun juga, orang Jerman akan berhasil membunuh saya seperti yang selalu saya bayangkan. Saya hanya punya sedikit waktu untuk mendapatkan jawaban-jawaban atas berbagai pertanyaan yang menjadi obsesi saya, tetapi hal ini tidak mendorong saya ke agama terorganisasi yang mana pun. Seperti kebanyakan teman saya, saya memandang hina Gereja dan siapa saja yang berbasa-basi kepada Tuhan yang mereka kenal pun tidak; tetapi saya segera dipaksa melunakkan kebencian itu. Saya ingat betul kejadiannya bahkan setelah lewat setengah abad lebih. Beberapa orang dari kami masih bertahan untuk berbincang-bincang, sambil minum k

Menjembatani Dua Dunia (4)

Image
Islam and the Destiny of Man ( Sebelumnya ) Salah satu penyebab hilangnya iman di dunia modern adalah pluralitas agama-agama yang tampaknya saling bertentangan. Sejauh orang Eropa meyakini superioritas ras mereka, tak ada alasan bagi mereka untuk meragukan agama Kristen sebagai satu-satunya Iman sejati. Gagasan bahwa merekalah mahkota “proses evolusi” melapangkan jalan bagi asumsi bahwa semua agama lain tak lebih dari sekadar upaya-upaya naif menjawab pertanyaan-pertanyaan perenial. Ketika keyakinan diri rasialis ini merosot, barulah keraguan-keraguan merayap masuk. Bagaimana bisa Tuhan yang baik membiarkan mayoritas besar umat manusia hidup dan mati demi agama-agama palsu? Apa masih mungkin orang Kristen meyakini bahwa dirinya sendirilah yang diselamatkan? Pihak-pihak lain—umat Islam, misalnya—menyatakan keyakinan yang sama, jadi bagaimana bisa orang begitu yakin siapa benar dan siapa salah? Bagi banyak orang, termasuk saya sebelum saya bertemu dengan buku Perry, kesimpul

Menjembatani Dua Dunia (3)

Image
Islam and the Destiny od Man, Charles Le Gai Eaton  ( Sebelumnya ) Di mana saya harus mencari pengetahuan? Saat masih 15 tahun saya sudah tahu ada sesuatu yang disebut “filsafat” dan kata itu berarti “cinta kebijaksanaan”. Kebijaksanaan adalah yang saya cari, sehingga pemuasan kebutuhan saya pasti bersembunyi di balik buku berat-berat yang ditulis oleh para bijak bestari. Dengan gairah berkobar-kobar, layaknya seorang penjelajah melihat negeri tak dikenal, saya menjelajahi pemikiran Descartes, Kant, Hume, Spinoza, Schopenhauer dan Bertrand Russel, atau membaca karya-karya yang menjelaskan ajaran-ajaran mereka. Tidak butuh waktu lama bagi saya untuk menyadari ada yang salah. Ibaratnya saya makan pasir padahal niat saya mencari gizi dari bidang ini. Orang-orang itu tidak tahu apa-apa. Mereka cuma berspekulasi, memintal gagasan dari isi kepala mengenaskan mereka, dan siapa saja bisa berspekulasi (termasuk bocah yang masih sekolah). Bagaimana bisa anak 15 atau 16 tahun berani-b