Posts

Showing posts from June, 2015

Menjembatani Dua Dunia (13)

( Sebelumnya )   Akhirnya saya pun kembali ke Inggris dan mendapat pekerjaan sebagai Pegawai Pers Pemerintah. Pekerjaan ini membawa saya kembali ke Jamaika dengan anggota keluarga saya yang bertambah untuk membuka Dinas Informasi Inggris sebelum kemerdekaan Jamaika. Dengan tibanya kemerdekaan pada tahun 1962 kantor saya dilebur ke dalam Komisi Tinggi yang baru dibentuk. Tanpa melakukan usaha apa pun, saya menjadi anggota Korps Diplomatik Inggris. Di sepanjang hidup saya, selain satu keputusan menentukan (meninggalkan Kairo), saya membiarkan diri dibawa ke mana angin berembus, dan angin berembus itu pula yang menentukan di mana saya berdiam. Sekitar sepuluh tahun setelah kepergian dramatis saya dari Mesir saya mulai menulis lagi, mengerjakan draf pertama sebuah buku yang, setelah melalui banyak revisi, akhirnya diterbitkan dengan judul The King Castle , dengan subjudul penjelasan Choice and Responsibility in the Modern World . 1 Sesuatu yang mencengangkan terjadi. Begitu s

Menjembatani Dua Dunia (12)

  ( Sebelumnya ) Saya akan menguraikan secara singkat tahun-tahun selepas saya meninggalkan Mesir. “Masyarakat St. Andrew” di Jamaika selalu menjadi ajang gosip, dan beredar kabar bahwa saya kembali untuk membunuh saingan saya. Saya bahkan didatangi “pembunuh bayaran” yang menawarkan diri untuk menghabisinya dengan bayaran tak seberapa. Itu saja belum cukup rupanya, Jamaika dihantam angin topan terburuk sepanjang sejarah. Surat pertama yang tiba ketika dinas pos dipulihkan berasal dari teman paling lama saya yang berkata, “Aku tahu kau selalu menyukai drama, tetapi apa kamu tidak berlebihan kali ini?”Ada juga drama di Mesir. Kerusuhan anti-Inggris pecah. Empat mantan kolega saya terbunuh. Apa yang oleh teman-teman dan keluarga dipandang sebuah keputusan “sinting” saya meninggalkan “kerja yang layak” pertama saya barangkali adalah yang menyelamatkan nyawa saya. Tetapi Jamaika kembali mencengkeram saya. Semuanya berakhir baik, seperti biasanya, saya mendapat pekerjaan, setelah se

Menjembatani Dua Dunia (11)

( Sebelumnya ) Kalau semuanya berjalan seperti biasa, saya mungkin tidak akan pernah mengatasi keraguan saya. Berniat suatu saat menerima Islam, saya mungkin menunda tindakan menentukan itu tahun demi tahun seraya terus mengatakan “Belum saatnya!” ketika usia menggerogoti saya. Tetapi semuanya tidak berjalan seperti biasa. Kerinduan pada Jamaika dan pada sosok istimewa itu kian membesar bukannya menyusut seiring bulan-bulan berlalu, seolah-olah tumbuh dengan sendirinya. Saya bangun suatu pagi dengan kesadaran bahwa cuma tidak adanya uang yang menahan saya kembali ke Jamaika. Saya menghitung-hitung dan mendapati bahwa, kalau saya membeli tiket kelas dek kapal uap, saya bisa menempuh perjalanan dengan biaya £70. Saya yakin bisa mengumpulkan uang sejumlah itu pada akhir bekerja di universitas, dan hidup saya akan berubah seketika. Mengetahui bahwa saat pergi makin dekat, saya malah bisa mulai menikmati Kairo. Tetapi satu pertanyaan kini menuntut jawaban, dan jawaban itu tidak bi

Menjembatani Dua Dunia (10)

( Sebelumnya ) Di antara kolega-kolega saya adalah seorang Muslim Inggris, Martin Lings, yang memilih berdiam di Mesir. Dia teman Guénon, yang juga berteman dengan dua orang yang berbicara dengan saya di London itu. Dan saya tidak pernah bertemu orang seperti Lings. Dialah perwujudan nyata dari apa yang, hingga saat itu, tak lebih dari teori dalam benak saya, dan akhirnya saya tahu bahwa saya bertemu dengan orang yang utuh, total lagi konsisten. Dia tinggal di sebuah rumah tradisional tepat di luar kota dan mengunjunginya serta istrinya, seperti yang saya lakukan hampir tiap pekan, adalah keluar dari hiruk pikuk Kairo dan memasuki tempat perlindungan tak lekang oleh waktu di mana lahir dan batin tak terpisah dan di mana realitas dunia yang konon saya geluti tak ubahnya sebuah eksistensi bayang-bayang. Saya perlu tempat perlindungan. Saya sudah jatuh cinta dengan Jamaika, kalau boleh jatuh cinta dengan tempat, dan saya membenci Mesir hanya karena ia bukan Jamaika. Di mana Pegu