Keluarga Medici
Bankir sama dengan
siapa saja, hanya saja lebih kaya.
—OGDEN
NASH
Beberapa kota terus-menerus berupaya menemukan diri kembali selama
berabad-abad dengan mengubah gaya arsitektur, pemerintahan, agama, dan
kadang-kadang nama mereka; sementara ada kota-kota lain yang selamanya mengakar
dalam sejarah, kebudayaan, dan etos suatu era tertentu. Tak ada satu kota pun
yang berpegang sedemikian kukuh pada satu titik dalam sejarah seperti Florence,*
sebuah kota di perbukitan Tuscan, Italia. Selamanya Florence adalah kota
Renaisans, kota Bernini dan Michelangelo, kota Medici dan Savonarola. Meskipun
Florence sudah ada berabad-abad sebelum Renaisans dan terus berdiri
berabad-abad sesudahnya sebagai sebuah kota besar dan penting di Italia modern,
jantung dan wajahnya tetap murni Renaisans. Bangunan-bangunan dan monumen
terbesarnya muncul semasa era tersebut, suatu masa di mana para pelukis,
pematung, penyair, dan penulis terbesarnya berkembang.
TERLALU
BANYAK SEJARAH UNTUK SATU KOTA
Warga Florence membanggakan diri menghuni ibu kota kebudayaan Italia,
sekalipun pusat-pusat perdagangan, politik, dan agama sudah pindah ke kota-kota
lain. Walaupun kota itu berkembang relatif belakangan dalam sejarah Mediterania
sebagai benteng terjauh Roma, warga membanggakan diri dengan pencapaian kota
mereka dan menempatkannya sebagai kota yang tak tertandingi oleh kota-kota lain
di dunia, apalagi cuma kota-kota lain Italia. Mereka membanggakan terpeliharanya
standar tertinggi seni, arsitektur paling menakjubkan, bahasa paling murni, dan
sejarah paling megah. Mereka bahkan mengklaim bahwa masakan agak hambar mereka
lebih hebat dalam rasa dan tekstur ketimbang makanan terkenal daerah selatan,
yang masakannya kelebihan bumbu, minyak, dan tomat. Florence menjadi ibu kota
Italia yang baru disatukan untuk tempo singkat, dari 1865 hingga 1871, hingga
pemerintahan pindah ke pusat kekaisaran kuno dan keagamaan Roma. Berkat semua
itu, Florence menghasilkan banyak sekali sejarah, seni, dan mimpi melebihi yang
bisa dipunyai suatu tempat.
Kini orang berdatangan dari seluruh penjuru dunia untuk menikmati Florence
dan menghormati Renaisans. Para mahasiswa melakukan studi di sana untuk satu
semester atau setahun, para wisatawan berkunjung untuk sehari. Mereka semua
melakukan putaran yang sama untuk mengagumi katedral, melihat-lihat galeri
megah Uffizi, mengunjungi Akademi Seni, dan mengagumi David karya
Michelangelo. Mereka beristirahat cukup lama untuk menghabiskan makan siang
yang panjang di salah satu dari sekian banyak restoran atau menikmati kopi di
kafe terbuka; kemudian mereka mendatangi toko-toko suvenir yang menjajakan
bermacam-macam suvenir mulai dari David warna-warni di sebatang
termometer hingga kulit bertatahkan emas dan perabot berhiaskan batu-batu
mulia.
Di antara museum dan kafe, di sudut-sudut jalan dekat restoran, di seberang
jalan gereja berdiri ratusan toko kecil di mana orang bisa menukar uang. Meski
bukan bank, toko-toko mungil itu dengan bangga menawarkan jasa dalam berbagai
bahasa: Geld Weschel, Cambio, Money Exchange. Mereka memperdagangkan tunai dan
cek perjalanan dalam dolar, mark, yen, pound, dan franc untuk ditukar dengan
banyak sekali lira Italia. Karena bank hanya buka pada jam kerja, toko-toko
penukaran uang bisa memungut bayaran tinggi untuk jasa mereka pada jam-jam
ketika turis sangat membutuhkan. Selain melayani penukaran mata uang, mereka
juga menawarkan koin-koin emas seperti Krugerrand Afrika Selatan, panda Cina,
daun mapel Kanada, dan peso Meksiko, di samping koin-koin perak kenangan yang
mengingatkan pada apa saja mulai Olimpiade dan penobatan raja hingga
pelestarian satwa langka.
Para penukar uang itu menjalankan bisnis dalam toko-toko kecil atau bahkan
dari stan-stan penjualan yang terbuat dari beton berangka logam dan kaca tebal.
Mereka tidak mempunyai lobi-lobi penuh dekorasi seperti bank-bank besar; mereka
tidak beroperasi dari gedung-gedung bergaya Renaisans dengan tangga-tangga
megah, lantai pualam, dan langkan keemasan. Kebanyakan dari mereka tidak
mengenakan stelan jas dan dasi atau pakaian-pakaian necis karyawan bank besar.
Para penukar uang itu justru sangat berselera rakyat jelata dalam gaya dan
pembawaan.
Para penukar uang sudah ada sejak uang
ada. Mereka hampir selalu bisa ditemukan di dekat pasar di mana para saudagar
dari berbagai negeri bertemu dan, dalam beberapa dekade belakangan, bertebaran
di sekitar tempat wisata di seluruh dunia. Sungguhpun aktivitas dan layanan
keseharian mereka sedemikian biasa dan tidak dramatis, keluarga-keluarga bankir
besar Florence Renaisans berasal dari kalangan mereka, dan mereka menanam
pengaruh mendalam pada seni, aristektur, dan matematika maupun keuangan dunia.
Pada
puncaknya sebagai sebuah kota bankir di tahun 1422, tujuh puluh dua “bank
internasional” beroperasi di Florence.* Dari sekian keluarga pemberi uang pinjaman
di sana, tak satu pun memperoleh reputasi sebesar atau melekat dalam catatan
sejarah sekokoh keluarga Medici. Tarikh abad kedua belas menyebut sebuah
keluarga dengan nama itu di Florence, tetapi keluarga Medici baru tampil
relatif belakangan dalam kisah perbankan.
Saudagar Giovanni di Bicci de’ Medici (1360–1429) mencetak kemakmuran
keluarga dalam perbankan. Dari dua orang putranya, dikenal sebagai Cosimo
Senior dan Lorenzo Senior, muncul dua silsilah keturunan yang boleh dikata
menentukan Renaisans dengan menjadi bankir dan saudagar paling penting,
penguasa Florence, kardinal dan Paus. Putri-putri keluarga kawin dengan
keluarga-keluarga kerajaan Eropa, dan dua orang di antaranya, Marie dan
Catherine, menjadi ratu Prancis dan ibu para raja.
Setelah memegang kekuasaan besar, keluarga itu menyatakan diri sebagai anak
turun dari Ksatria Averado, yang konon datang ke Italia dalam rangka ziarah ke
Roma tetapi berhenti di Tuscany cukup lama untuk membantai seorang raksasa yang
meneror para petani. Untuk itu kaisar Romawi Suci Charlemagne konon menghadiahi
kstaria gagah berani itu sebuah perisai bergambar tiga lingkaran merah melambangkan
bekas gigitan raksasa. Beberapa sumber di luar keluarga menyatakan bahwa tiga
lingkaran itu merepresentasikan tiga bola yang secara tradisional menjadi
simbol tukang gadai; kalangan lainnya lagi mengatakan lingkaran-lingkaran itu
melambangkan tiga koin.
Nama Medici menunjukkan keturunan dari seseorang yang menggeluti bidang
medis atau farmasi, profesi yang kira-kira setara pamornya dengan tukang gadai
atau tukang cukur pada masa itu. Sehingga tiga lingkaran pada perisai lambang
keluarga itu boleh jadi merepresentasikan pil atau gelas bekam yang biasa
dipanaskan dokter kemudian ditaruh di tubuh pasien untuk menarik “darah kotor”
ke permukaan kulit.
Dari mana pun asal nama dan perisai lambang keluarganya, yang jelas
keluarga Medici mencari nafkah di bank, memperoleh kekuasaan politik,
mendapatkan nama besar berkat patronase mereka atas seni. Mereka diuntungkan
oleh praktek dan prosedur perbankan yang dibentuk abad sebelumnya, tetapi
secara umum mereka lebih berhati-hati ketimbang para pendahulu mereka. Keluarga
Medici lumayan terlibat dalam politik berdarah dan ketidakstabilan keuangan
monarki Inggris. Mereka memberikan pinjaman yang bukan main berlebihannya
kepada Raja Edward IV selama Perang Mawar, dan ketika sang raja tidak sanggup
membayar utang, cabang Medici di London gulung tikar. Kantor mereka di Bruges
dan Milan juga tutup karena sebab-sebab terkait, tetapi belajar dari pengalaman
para bankir Florence terdahulu dengan raja-raja Inggris, kantor pusat Medici di
Florence mampu bertahan dalam krisis itu dan tidak pernah lagi mengulangi
kesalahan-kesalahan tersebut.
Tatkala bank mereka mencapai puncaknya di tangan Cosimo de’ Medici, bank
itu berkembang menjadi usaha swasta paling penting yang bergerak di Eropa. Di
luar Florence, keluarga itu menjalankan kantor di Ancona, Antwerp, Avignon,
Basel, Bologna, Bruges, Jenewa, London, Lübeck, Lyons, Milan, Naples, Pisa,
Roma, dan Venesia. Walaupun perwakilan di kebanyakan kota ditangani oleh kurang
dari selusin karyawan, bank itu menyediakan beraneka macam jasa yang lazimnya
tidak punya sangkut-paut dengan bank. Keluarga Medici bertindak sebagai
saudagar sekaligus bankir, bagi konsumen yang bertebaran di seluruh Eropa
mereka menyediakan rempah-rempah dari Timur, minyak zaitun dari Mediterania,
bulu binatang dari Baltik, wool dari Inggris, dan tekstil dari Italia.
Dagangan-dagangan lain merentang dari yang tidak lazim (benda-benda keramat dan
budak) hingga yang ajaib (jerapah dan bocah dikebiri penyanyi paduan suara).
Walaupun mempunyai perseroan-perseroan menggurita dan beraneka ragam
layanan komersial, keluarga Medici tidak pernah meraih monopoli seperti yang
dipunyai ordo Templar, mereka juga tidak mengontrol proporsi pasar perbankan
sebesar yang dipunyai bankir-bankir Florence era sebelumnya. Pada masa
kebangkitan Medici, bank-bank yang sudah beroperasi di Venesia, Genoa, dan
kota-kota lain di luar Italia terlalu banyak jumlahnya untuk mereka pengaruhi
dengan kadar yang sama, tetapi tidak adanya monopoli itu boleh jadi justru
berguna sebagai perlindungan bagi mereka. Mereka beroperasi di pusat sebuah
jaringan keluarga-keluarga saudagar dan aristokrat yang berjalin berkelindan;
dalam menjalankan sistem baru ini mereka adalah yang pertama di antara banyak
yang lainnya.
Bank mereka mencapai puncaknya antara tahun 1429 hingga 1464 di bawah
kendali piawai Cosimo de’ Medici yang mengawasi operasi cabang di Roma,
Venesia, Milan, dan Pisa maupun operasi kantor-kantor yang lebih jauh di
Jenewa, Bruges, London, dan Avignon. Selain bank dan tanah, keluarga itu juga
punya kepentingan finansial dalam beberapa bisnis pertekstilan, termasuk dua
toko wool dan sebuah toko sutra.
Bank Medici terus beroperasi hingga Charles VII dari Prancis menyerbu Florence
pada tanggal 17 November 1494. Beberapa hari sebelum kedatangan tentara Prancis,
kelurga Medici ditendang keluar kota, lalu Prancis menyita sebagian besar aset
mereka dan membiarkan bank itu nyaris bangkrut. Keluarga itu kembali pada tahun
1350 berbarengan dengan runtuhnya Republik Florence, tetapi kejayaan bank
Medici sudah berlalu.
Basis kemakmuran mereka datang dari apa yang pada zaman kita ini disebut
sektor swasta, sesuatu yang nyaris tidak ada pada masa-masa sebelumnya.
Keluarga Medici yang menambang kemakmuran dan kemasyhuran mereka di dunia
keuangan, terlepas dari gereja dan negara, kini kehilangan kedudukan komersial
terpandang mereka sebagai bankir dan saudagar, tetapi mereka berhasil
mendongkrak posisi mereka dalam berbagai jabatan gereja maupun sekuler.
Kegeniusan luar biasa keluarga Medici,
dibanding keluarga-keluarga saudagar kaya Florence lainnya, terlihat jelas
dalam kecakapan mereka memanfaatkan kekayaan dan kesuksesan perdagangan sebagai
sarana menggapai kekuasaan politik dan gelar aristokrat. Mereka adalah keluarga
dinamis paling maju pada zamannya. Melalui serangkaian perkawinan
menguntungkan, pengangkatan politis yang jitu, dan suap yang tepat selama beberapa
generasi, keluarga Medici berusaha menjadi salah satu keluarga paling kuat
dalam struktur kekuasaan sipil dan keagamaan.
* Orang Italia menyebut ibu
kota daerah Tuscany ini Firenze
Dipetik dari Jack Weatherford, The History of
Money, Crown Publishers Inc, New York, 1997, diterjemahkan oleh Noor Cholis dengan judul Sejarah Uang, PT Bentang Pustaka, Yogyakarta (2005)
Selanjutnya: Misteri Moneter Bilangan
Selanjutnya: Misteri Moneter Bilangan
Comments
Post a Comment