Cyril (II)

Sumber-sumber Kristen mengenai persoalan Khazar
Prangko Bulgaria bergambar St. Cyril dan St. Metodius


Daubmannus menuturkan kisah berikut tentang asal mula aksara Slav.
Bukan pekerjaan mudah menjinakkan bahasa barbar. Pada suatu musim gugur pendek sepanjang tiga pekan, kedua bersaudara itu duduk di bilik sempit mereka, berusaha menulis huruf yang nantinya disebut orang Cyrillic. Mereka dihadang jalan buntu. Dari bilik orang hanya bisa melihat dengan jelas setengah Oktober, dan di dalam bilik itu keheningan adalah satu jam berjalan panjang dan dua jam berjalan lebar. Metodius lalu mengarahkan perhatian saudaranya pada empat tempayan yang berdiri di jendela bilik mereka, di luar, di sisi lain terali. “Jika pintu terkunci, bagaimana caraku mengambil salah satu tempayan itu?” tanyanya. Konstantin memecahkan salah satu tempayan, lalu memasukkan pecahan itu keping demi keping lewat terali ke dalam bilik, di mana dia merangkai kembali tempayan itu, merekatkannya dengan ludah dan lempung dari tanah. Itu pula yang mereka lakukan pada bahasa Slavonik: mereka memecah-mecahnya, memasukkan ke mulut mereka lewat jeruji huruf-huruf Cyril, serta merekatkan keping-keping itu dengan ludah mereka dan lempung Yunani dari bawah telapak kaki mereka.
Pada tahun itu juga, Kaisar Bizantium, Michael III, menerima utusan dari Kaghan Khazar, yang memohon agar seseorang yang cakap menjelaskan sendi-sendi doktrin Kristen yang dikirim dari Konstantinopel kepada kaghan. Kaisar minta saran Photius, yang dia juluki “wajah Khazar”. Langkah yang mengundang tanda tanya sebetulnya, tetapi Photius menanggapi serius permintaan itu dan merekomendasikan anak asuh dan muridnya, Konstantin sang Filsuf, yang bersama saudaranya, Metodius, bertolak menunaikan misi diplomatik kedua yang disebut “misi Khazar”. Dalam perjalanan, mereka singgah di Kherson, di Krimea, tempat Konstantin mempelajari bahasa Khazar dan Ibrani, mempersiapkan kerja diplomatik yang menunggunya. Dia berpikir, “Setiap orang adalah salib bagi korbannya, tetapi paku menembus salib juga.” Ketika tiba di istana Kaghan Khazar, dia bertemu wakil-wakil agama Islam dan Yahudi, yang juga diundang kaghan, lalu Konstantin terlibat polemik dengan mereka, membawa “Orasi Khazar” yang nantinya diterjemahkan ke dalam bahasa Slavonik. Setelah mematahkan argumen-argumen rabi dan darwis yang masing-masing mewakili Yahudi dan Islam itu, Konstantin sang Filsuf meyakinkan Kaghan Khazar untuk memeluk Kristen, memberi tahunya bahwa tidak baik berdoa kepada salib patah, dan berlalu dengan kerut kedua di wajahnya, kerut Khazar.
Ketika tahun 863 M menjelang tutup, Konstantin menjadi sebaya dengan filsuf Philo dari Alexandria, yang meninggal pada usia tiga puluh tujuh, usia Konstantin saat itu. Dia merampungkan aksara Slavik dan bertolak bersama saudaranya ke Moravia untuk tinggal bersama bangsa Slavia yang dia kenal dari kampung halamannya.
Dia menerjemahkan tulisan-tulisan gereja dari bahasa Yunani ke bahasa Slavonik, dan kerumunan orang mengitarinya. Mereka memiliki mata yang dulunya tanduk yang terlihat jelas, melilitkan ular di pinggang mereka, tidur dengan kepala di selatan, dan melemparkan gigi tanggal ke atas rumah. Dia mengamati mereka mengusap ingus dengan jari dan berdoa ketika memakan ingus tadi. Mereka mencuci kaki tanpa melepas sepatu, meludahi makanan mereka sebelum disantap, serta menambahkan nama-nama maskulin dan feminin barbar mereka pada setiap kata dalam “Bapa Kami”, sehingga “Bapa Kami” mengembang bagai roti dan langsung lenyap, serta setiap tiga hari doa itu harus dibersihkan dari sekam dan bisa tak terdengar atau terlihat karena nama-nama liar yang menelannya. Mereka sangat menggemari bau bangkai; mereka cerdas; mereka menyanyi sangat merdu, dan dia menangis saat mendengarkan mereka dan mengamati kerut ketiga, kerut Slavia, menitik di dahinya seperti menitiknya setetes hujan ... Setelah Moravia, pada 867 M, dia menghadap Pangeran Kotsel, penguasa Pannonia—dan dari sana lalu ke Venesia, dan dia terlibat perdebatan dengan para Trilinguis, penganut pandangan bahwa hanya bahasa Yunani, Ibrani, dan Latin yang pantas dipakai dalam liturgi. Orang-orang Venesia bertanya kepadanya, “Apakah semua bagian Yudas membunuh Kristus, atau tidak semua bagian?” Dan Konstantin merasakan kerut keempat, kerut Venesia, muncul di pipinya dan malang melintang di wajahnya bersama kerut-kerut lain yang lebih tua dari kerut Saracen, Khazar, dan Slavia, seperti empat jala dilempar pada ikan yang sama. Dia memberikan koin emas pertama dari tasnya kepada seorang peniup terompet agar meniup alatnya dan bertanya kepada para Trilinguis bagaimana tentara bisa menjawab panggilan jika tanda terompet tidak dimengerti. Lalu tahun sampai pada bilangan 869 M, dan pikiran Konstantin tertuju kepada Boetius dari Ravenna, yang meninggal dunia pada usia empat puluh tiga. Kini dia seumur dengan orang ini. Paus mengundangnya ke Roma, di situ dia berhasil mempertahankan prinsip-prinsip dan liturgi Slavoniknya. Ikut bersamanya adalah Metodius dan murid-muridnya, yang dibaptis di Roma.
Merenungkan kehidupannya dan menyimak kidung di gereja, dia berpikir, “Seperti halnya seseorang yang berbakat untuk suatu pekerjaan melakukan tugasnya dengan enggan dan asal-asalan ketika dia sakit, maka seseorang yang tidak cakap untuk suatu pekerjaan akan melakukan tugas itu dengan sama enggan dan asal-asalannya walaupun dia sehat ... “ Liturgi Slavonik dilantunkan di Roma dalam kesempatan ini, dan konstantin memberikan koin emas keduanya kepada para penyanyi. Dengan cara lama, dia meletakkan koin emas ketiga di bawah lidahnya, memasuki salah satu biara Yunani di Roma, dan meninggal dengan nama monastiknya yang baru, Cyril, pada 869 M.

Dipetik dari sumber yang sama dengan Khazar, hlm. 103–113.

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Jagal Lima (Slaughterhouse-Five)

Para Pembunuh

Contentious Politics (3)