Setapak dan Jalan Raya

Noor Cholis Penerjemah


Delapan hari, kukoyak sepatuku
Di atas kerakal-kerakal jalan setapak...
demikian Rimbaud menulis.
Jalan setapak: lajur tanah yang di atasnya orang berjalan kaki. Jalan raya berbeda dari jalan setapak bukan hanya karena ia dikhususkan untuk mobil, tetapi juga pada keberadaannya hanya sebagai garis sederhana yang menghubungkan satu titik dengan titik lainnya. Berdiri sendiri jalan raya bukanlah apa-apa, maknanya bergantung sepenuhnya pada dua titik yang ia hubungkan. Jalan setapak adalah penghormatan pada ruang. Dalam diri tiap jalur setapak secara alamiah terkandung makna dan mengundang kita untuk singgah. Jalan raya adalah kemenangan atas penaklukan ruang, ruang yang direduksi menjadi sekadar belenggu bagi gerak manusia dan pemborosan waktu.
Bahkan sebelum menghilang dari lanskap, jalan setapak sudah terlebih dahulu menghilang dari jiwa manusia. Manusia tak lagi berhasrat menapakinya dan bersantai berjalan-jalan di situ. Lebih dari itu, manusia tidak lagi memandang hidupnya sebagai jalan setapak, tetapi sebagai jalan raya: sebagai sebuah garis dari satu titik ke titik lain, dari pangkat kapten ke pangkat jenderal, dari status berkeluarga ke status menduda. Waktu hanya menjadi rintangan kehidupan, rintangan yang harus diatasi dengan kecepatan yang semakin tinggi.
Setapak dan jalan raya juga merupakan dua konsep keindahan yang berbeda. Ketika Paul mengungkapkan bahwa ada satu pemandangan indah di suatu tempat, itu berarti: kamu menghentikan mobil di situ, kamu akan mampir sejenak melihat di kejauhan sebuah kastel indah abad kelima belas yang dikelilingi taman, atau danau yang membentang jauh, dengan angsa-angsa berenang di permukaan berkilaunya.
Di dunia jalan raya, pemandangan indah berarti; satu pulau kecil keindahan yang dihubungkan dengan garis panjang ke keindahan pulau kecil lainnya.
Dalam dunia setapak, keindahan sambung-menyambung dan senantiasa berubah-ubah; di setiap langkah, keindahan itu menyapa kita, “Mampirlah!”

Dipetik dari buku
Judul                                       : Kekekalan (L’immortalité)
Penulis                                     : Milan Kundera
Penerjemah                              : Noor Cholis
Penerbit                                   : Penerbit Kakatua, Yogyakarta (2017)

Comments

Popular posts from this blog

Para Pembunuh

Rumah Jagal Lima (Slaughterhouse-Five)

Kekekalan (L'Immortalite), Milan Kundera