Menjembatani Dua Dunia (12)



Saya akan menguraikan secara singkat tahun-tahun selepas saya meninggalkan Mesir. “Masyarakat St. Andrew” di Jamaika selalu menjadi ajang gosip, dan beredar kabar bahwa saya kembali untuk membunuh saingan saya. Saya bahkan didatangi “pembunuh bayaran” yang menawarkan diri untuk menghabisinya dengan bayaran tak seberapa. Itu saja belum cukup rupanya, Jamaika dihantam angin topan terburuk sepanjang sejarah. Surat pertama yang tiba ketika dinas pos dipulihkan berasal dari teman paling lama saya yang berkata, “Aku tahu kau selalu menyukai drama, tetapi apa kamu tidak berlebihan kali ini?”Ada juga drama di Mesir. Kerusuhan anti-Inggris pecah. Empat mantan kolega saya terbunuh. Apa yang oleh teman-teman dan keluarga dipandang sebuah keputusan “sinting” saya meninggalkan “kerja yang layak” pertama saya barangkali adalah yang menyelamatkan nyawa saya. Tetapi Jamaika kembali mencengkeram saya. Semuanya berakhir baik, seperti biasanya, saya mendapat pekerjaan, setelah sekian waktu menjadi guru, sebagai redaktur surat kabar mingguan di bawah Perdana Menteri Alexander Bustamante, salah satu dari segelintir sosok yang benar-benar legendaris abad kedua puluh. Pekerjaan ini pun punya momen-momen dramatisnya sendiri.
Saat itu tidak ada Muslim lain di Jamaika yang bisa mendukung atau menyemangati saya untuk menapak di jalan lurus.  Salat menjadi semakin tidak teratur, dan saya bahkan tidak tahu kapan Ramadan tiba. Saya menjalani hidup nyaris sama seperti sebelum “kepindahan” saya, tetapi saya tetap bangga mengatakan bahwa saya Muslim. Saya tetap yakin bahwa suatu saat nanti saya akan menjadi Muslim sejati tetapi menyerahkan semua itu pada takdir. Sementara itu saya memiliki buku-buku Frithjof Schuon. Saya membaca semua buku itu begitu diterbitkan dalam bahasa Perancis dan membacanya lagi ketika terjemahan Inggrisnya beredar. Ini dia, saya tahu tanpa sedikit pun keraguan, kebijaksanaan sejati yang diungkapkan dengan kejelasan sempurna. Cukup membaca beberapa paragraf dari sembarang bukunya untuk mengetahui bahwa dia benar, meneghuhkan dan memperdalam apa yang saya pelajari dari Guénon dan apa yang dikatakan hati saya sewaktu di Kairo. Buku-buku itu mencegah saya tersesat lebih jauh hingga mungkin saja saya tidak bisa menemukan jalan kembali ke jalan yang lurus.

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Jagal Lima (Slaughterhouse-Five)

Para Pembunuh

Contentious Politics (3)