Menjembatani Dua Dunia (13)
Akhirnya saya pun kembali ke Inggris dan mendapat pekerjaan sebagai Pegawai
Pers Pemerintah. Pekerjaan ini membawa saya kembali ke Jamaika dengan anggota keluarga
saya yang bertambah untuk membuka Dinas Informasi Inggris sebelum kemerdekaan
Jamaika. Dengan tibanya kemerdekaan pada tahun 1962 kantor saya dilebur ke dalam Komisi Tinggi yang baru dibentuk. Tanpa melakukan usaha apa pun, saya menjadi anggota Korps Diplomatik Inggris. Di sepanjang hidup saya, selain satu keputusan menentukan (meninggalkan Kairo), saya membiarkan diri dibawa ke mana angin berembus, dan angin berembus itu pula yang menentukan di mana saya berdiam.
1. Diterbitkan pertama kali pada tahun 1979 oleh The Bodley Head; diterbitkan ulang pada tahun 1990 oleh The Islamic Texts Society, Cambridge.
Sekitar sepuluh tahun setelah kepergian dramatis saya
dari Mesir saya mulai menulis lagi, mengerjakan draf pertama sebuah buku yang,
setelah melalui banyak revisi, akhirnya diterbitkan dengan judul The King Castle, dengan subjudul
penjelasan Choice and Responsibility in
the Modern World.1 Sesuatu yang mencengangkan terjadi. Begitu
saya mulai menuangkan kata-kata ke kertas saya mendapati diri menulis sebagai
seorang Muslim, bahkan sebagai orang beriman, dengan keyakinan penuh. Mestinya
hal itu tidak mengejutkan saya. Cukup lumrah bagi penulis mendapati bahwa,
dalam aktivitas menulis, mereka mengungkapkan ide dan keyakinan yang tanpa
disadari mereka miliki, lapis lebih dalam kepribadian mereka terungkap, lapis
yang sebelumnya tersembunyi dari pengetahuan sadar. Seperti apa pun kehidupan
yang saya jalani, tampaknya benih yang disemai di Kairo mulai berkecambah. Saya
mulai berpikir sebagai Muslim, meski kelakuan saya tidak.
Sebelum saya bisa
merampungkan naskah, kami dipindah ke Madras. Seperti sebelumnya, saya tidak
suka meninggalkan Jamaika, tetapi kali ini sungguh saat yang tepat. Untuk
pertama kalinya setelah bertahun-tahun, saya kembali berada di tengah-tengah
kaum Muslimin. Tidak diragukan lagi karena alasan sejarah “wajah” Islam di
Selatan berbeda dari “wajah” yang terlihat di Utara dan di Pakistan. Iman
dibawa ke India Selatan, tidak melalui penaklukan tetapi oleh para pedagang
Arab, yang kebanyakan adalah sufi. Iman itu datang dengan cara lembut dan manis
menghampiri orang-orang Selatan, dan mereka menerima Islam karena pesona tak
bisa ditolak keyakinan yang membentuk orang-orang sedemikian piawai dan berbudi
luhur seperti para pedagang itu. Anak turun mereka tampaknya mencerminkan sabda
Nabi bahwa “Allah memberikan bagi kelembutan apa yang tidak Dia berikan bagi
sikap kasar."1. Diterbitkan pertama kali pada tahun 1979 oleh The Bodley Head; diterbitkan ulang pada tahun 1990 oleh The Islamic Texts Society, Cambridge.
Comments
Post a Comment