SIGMUND FRUED: SEBUAH HIDUP SINGKAT
![]() |
Sigmund Freud, The Ego and the Id |
oleh Peter Gay
Sudah menjadi nasib Freud, sebagaimana yang dia nyatakan
bukan tanpa kebanggaan, untuk “membangunkan tidur umat manusia”. Setengah abad
sesudah kematiannya, tampak jelas bahwa dia jauh lebih sukses melebihi
harapannya, meskipun dalam cara-cara yang tidak akan dia apresiasi. Sekarang
sudah lazim tetapi benar bahwa kita semua membicarakan Freud, dengan benar atau
tidak. Dengan entengnya kita merujuk pada koflik oedipa dan persaingan saudara
kandung, narsisme dan parapraksis (Freudian slip). Tetapi sebelum kita bisa
membicarakan itu dengan otoritas, kita harus membaca tulisan-tulisannya dengan
sungguh-sungguh. Tulisan-tulisan yang memberi imbalan membaca, dengan dividen.
Sigmund Freud dilahirkan pada 6 Mei 1856 di sebuah kota
kecil Moravia, Freiberg.[1] Ayahnya,
Jacob Freud, adalah seorang pedagang miskin; ibunya, Amalia, adalah perempuan
muda yang cantik dan tegas—dua tahun lebih muda dari suaminya dan merupakan
istri yang ketiga. Jacob Freud mempunyai dua anak laki-laki dari perkawinan
pertamanya yang seumuran dengan Amalia Freud dan tinggal tak jauh dari
kediamannya. Salah seorang dari saudara tiri tersebut mempunyai anak laki-laki,
namanya John, yang, walaupun merupakan keponakan Sigmund Freud, lebih tua dari
pamannya. Boleh dibilang, konstelasi keluarga Freud cukup rumit untuk membikin
bingung bocah yang pandai dan penuh rasa ingin tahu itu. Rasa ingin tahu,
anugerah alami anak-anak, sangat menonjol pada dirinya. Hidup menyediakan
banyak peluang untuk memuaskan rasa itu.
Pada tahun 1860, ketika Freud hampir empat tahun, dia
pindah bersama keluarganya ke Wina, yang waktu itu menjadi magnet bagi banyak
imigran. Saat itu adalah fase pembukaan era liberal Kekaisaran Hapsburg. Orang
Yahudi, yang belum lama terbebas dari pajak yang mencekik dan pembatasan-pembatasan
menghinakan atas hak milik, pilihan profesi, dan praktek-praktek keagamaan
mereka, bisa dengan mudah melabuhkan harapan bagi kemajuan ekonomi, partisipasi
politik, dan banyak sekali penerimaan sosial. Itulah saat, Freud mengenang,
ketika “setiap murid Yahudi membawa portofolio seorang Menteri Kabinet di
tasnya.”[2] Freud
muda didorong untuk memupuk ambisi-ambisi tingginya. Sebagai anak pertama
ibunya dan favorit keluarga, dia mendapatkan, begitu keluarganya bisa
memberikan, sebuah kamar untuk dirinya sendiri. Dia menunjukkan bakat-bakat
menonjol sejak masa sekolah dasarnya, dan di sekolah menengahnya, atau
Gimnasium, dia menduduki peringkat pertama di kelasnya setiap tahunnya.
Pada tahun 1873, saat berusia tujuh belas tahun, Freud
masuk Universitas Wina. Dia berencana untuk belajar hukum, tetapi, didorong
oleh apa yang disebutnya “haus akan pengetahuan”, dia malah mendaftar di
fakultas kedokteran, dengan niat untuk memulai, bukan sebuah karier
konvensional sebagai seorang dokter, melainkan penyelidikan-penyelidikan ilmiah
yang bisa memecahkan sebagian teka-teki besar yang memikat hatinya. Dia
mendapati pekerjaannya dalam fisiologi dan neurologi begitu mengasyikkan
sehingga dia tak kunjung menyelesaikan gelarnya hingga tahun 1881.
Seorang peneliti cemerlang, dia menumbuhkan kebiasaan
pengamatan cermat dan pendirian skeptisisme ilmiah yang sesuai. Dia mendapat
keistimewaan bekerja di bawah para profesor dengan reputasi internasional,
hampir semua didatangkan dari Jerman dan positivis realistis yang memandang
rendah spekulasi tentang, apalagi penjelasan keagamaan tentang, fenomena alam.
Bahkan setelah Freud memodifikasi teori-teori mereka tentang pikiran—pada
hakikatnya nyaris tidak menyamarkan teori-teori fisiologis—dia mengenang para
gurunya dengan rasa terima kasih yang tulus. Yang paling dia kenang dari
mereka, Ernst Brücke, seorang fisiolog terkemuka, membenarkan kecenderungan
Freud sebagai orang yang tidak percaya kepada Tuhan. Freud dibesarkan tanpa
pendidikan agama di rumah, masuk ke Universitas Wina sebagai seorang ateis, dan
meninggalkannya sebagai ateis—dengan argumen-argumen ilmiah yang meyakinkan.
Pada tahun 1882, atas saran Brücke, dengan berat hati
Freud meninggalkan laboratorium untuk menduduki posisi rendah di Rumah Sakit
Umum Wina. Alasannya romantis: pada bulan April, dia bertemu Martha Bernays,
seorang perempuan muda yang langsing dan menarik dari Jerman utara yang
mengunjungi salah satu saudarinya, dan terperangkap dalam cinta membara. Freud
segera bertungangan diam-diam dengannya, tetapi terlalu miskin untuk membangun
rumah tangga borjuis terhormat yang mereka anggap sangat mendasar. Baru pada
September 1886, sekitar lima bulan setelah membuka prakteknya di Wina, dengan
bantuan hadiah perkawinan dan pinjaman dari teman-teman yang kaya, pasangan itu
bisa menikah. Dalam sembilan tahun, mereka punya enam anak, anak bungsu mereka,
Anna, tumbuh menjadi orang kepercayaan, sekretaris, perawat, murid, dan wakil
ayahnya, dan dia sendiri juga seorang psikoanalis terkemuka.
Sebelum perkawinannya, dari Oktober 1885 hingga Februari
1886, Frued bekerja di Paris bersama neurolog Prancis Jean-Martin Charcot, yang
membuat Freud terkesan dengan pembelaan tegasnya terhadap hipnosis sebagai
sebuah instrumen bagi penyembuhan penyakit medis, dan pendukung yang tak kalah
tegasnya bagi tesis (saat itu sangat tidak lazim) bahwa histeria adalah
penyakit yang bisa menimpa laki-laki sama seperti perempuan. Charcot, seorang
pengamat tiada tanding, merangsang minat Freud yang terus membesar pada
aspek-aspek teoretis dan terapeutik penyembuhan mental. Penyakit saraf menjadi
bidang spesialisasi Freud, dan pada tahun 1890-an, seperti yang dikatakannya
kepada seorang teman, psikologi menjadi tiran baginya. Selama tahun-tahun itu
dia menyusun teori psikoanalitis pikiran.
Dia penasaran apakah sesuatu yang istimewa bisa menolong.
Pada tahun 1887, dia bertemu seorang spesialis hidung dan tenggorokan dari
Berlin, Wilhelm Fliess, dan dengan cepat menjalin persahabatan akrab dengannya.
Fliess adalah pengengar yang didambakan Freud yang kesepian: seorang penjudi
intelektual yang tidak terkejut dengan ide apa pun, seorang penyebar
teori-teori provokatif (kadang-kadang membuahkan hasil), orang penuh semangat
yang memasok ide-ide untuk dibangun Freud. Selama lebih dari satu dekade,
Fliess dan Freud saling berikirim surat rahasia dan memorandum teknis, sesekali
bertemu untuk mengeksplorasi gagasan-gagasan subversif mereka. Dan Freud
terdorong menuju penemuan psikoanalisis dalam kerja prakteknya: pasien-pasiennya
terbukti adalah guru-guru yang luar biasa. Dia semakin meningkatkan
spesialisasinya dalam penderitaan perempuan karena histeria, dan, mengamati gejala-gejala
mereka dan mendengarkan keluhan mereka, dia mendapati bahwa, meskipun seorang
pendengar yang baik, dia tidak cukup cermat mendengarkan. Banyak yang mereka
perlu mereka ceritakan kepadanya.
Pada tahun 1895, Freud dan teman ayahnya Josef Breuer,
seorang internis sukses dan murah hari, menerbitkan Studi tentang Histeria, memberi bekas pasien Breuer “Anna O” posisi
yang penting. Bekas pasien itu menyediakan bahan yang menarik bagi perbincangan
akrab antara Breuer dan Freud, dan menjadi, sama sekali bertentangan dengan
keinginannya—dan keinginan Breur—, pasien pendiri psikoanalisis. Anna O
menunjukkan dengan memuaskan kepada Freud bahwa histeria muncul dari kesalahan
fungsi seksual dan bahwa gejala-gejalanya bisa dibicarakan.
1895 adalah tahun yang menentukan bagi Freud dalam
cara-cara lain. Pada Juli, Freud berhasil menganalisis sebuah mimpi, mimpinya
sendiri, sepenuhnya. Nantinya dia menggunakan mimpi itu, dikenal sebagai
“injeksi Irma”, sebagai model bagi penafsiran mimpi analitis ketika dia
menerbitkannya, sekitar empat tahun kemudian, dalam karyanya Tafsir Mimpi. Pada musim gugur, dia
merancang, tetapi tidak selesai tidak pula diterbitkan, apa yang kelak disebut
Proyek bagi sebuah Psikologi Ilmiah. Proyek ini adalah pendahuluan bagi
beberapa teori fundamentalnya tetapi juga berfunsgi sebagai pengingat bahwa
Freud terperangkap dalam penafsiran fisiologis tradisional atas
peristiwa-peristiwa mental.
Freud semakin sering memberikan penjelasan psikologis
bagi fenomena fisiologis. Pada musim semi 1896, untuk pertama kalinya dia
menggunakan nama yang sangat penting, “psikoanalisis”. Kemudian pada Oktober
tahun itu ayahnya meninggal; “peristiwa paling penting,” kenangnya
bertahun-tahun kemudian, “kehilangan paling menyesakkan, dalam kehidupan
seorang manusia.”[3]
Peristiwa itu memberi dorongan kuat menuju teorisasi psikoanalitis,
menggerakkan Freud sampai pada analisis-diri yang tanpa preseden, lebih
sistematis dan menyeluruh daripada pemeriksaan-diri penulis autobiografi yang
paling jujur. Dalam tiga atau empat tahun berikutnya, dia bekerja keras
menggarap “Buku mimpi”, penemuan-penemuan baru memenuhi hari-harinya. Tetapi
mula-mula dia harus menolak “teori rayuan” yang diusungnya untuk beberapa
waktu. Teori itu menyatakan bahwa setiap
neurosis disebabkan oleh aktivitas seksual prematur, terutama molestasi
(pelecehan seksual) terhadap anak, pada masa kanak-kanak.[4]
Begitu terbebas dari teori bercakupan kelewat luas tetapi sulit dipercaya ini,
Freud bisa menghargai peran fantasi dalam kehidupan mental, dan menemukan
kompleks Oedipus, segitiga keluarga universal itu.
Tafsir
Mimpi Freud diterbitkan pada
November 1899.[5]
Buku ini memperlakukan semua mimpi sebagai pemenuhan harapan, menguraikan
secara terperinci strategem-strategem mental yang menerjemahkan cita-cita
menjadi drama ganjil yang diingat orang yang bermimpi, dan dalam bab ketujuh
yang sulit, menguraikan sebuah teori komprehensif tentang pikiran. Respon
awalnya dingin-dingin saja. Selama enam tahun, hanya 351 eksemplar yang
terjual; edisi kedua baru muncul pada tahun 1900. Meski begitu, Psikopatologi Kehidupan Sehari yang
ditulis dengan gaya populer oleh Freud pada tahun 1901 mendapatkan audiens yang
lebih luas. Himpunan segala macam selip itu menjelaskan maksud fundamental
Freud bahwa pikiran, betapapun kusut tampaknya, diatur oleh aturan-aturan
tegas. Dengan demikian—sekadar memberikan satu contoh tipikal, ketua parlemen
Austria, menghadapi sidang yang tidak menyenangkan, membukanya dengan
pernyataan formal bahwa dengan demikian sidang ditutup. “Kecelakaan” itu
didorong oleh kemuakan tersembunyinya terhadap sidang-sidang yang sudah
menunggu.
Perlahan-lahan, walaupun masih dianggap sebagai radikal, Freud
memperoleh prestise dan pendukung. Dia berselisih dengan Fliess pada tahun 1900
dan, walaupun surat menyurat mereka masih berlangsung hingga beberapa saat,
kedua orang itu tidak pernah bertemu lagi. Kendati demikian pada tahun 1902,
setelah penundaan yang tidak masuk akal, tampaknya disebabkan oleh anti-Semitisme
ditambah dengan ketidakpercayaan terhadap inovator pemberontak itu, dia
akhirnya diangkat sebagai profesor madya di Universitas Wina. Akhir tahun itu, Freud
dan empat dokter Wina yang lain mulai bertemu setiap Rabu malam di apartemennya
di Berggasse 19 untuk mendiskusikan masalah-masalah psikoanalitis; empat tahun
kemudian, kelompok itu, berkembang menjadi selusin lebih peserta reguler,
mempekerjakan sekretaris profesional (Otto Rank) untuk membuat notulensi dan
menyimpan catatan. Akhirnya, pada tahun 1908, kelompok itu berubah menjadi
Masyarakat Psikoanalitis Wina. Setidak-tidaknya beberapa ahli medis (sebagian
dari mereka perempuan) menanggapi ide-ide Freud dengan serius.
Pada tahun 1905, Freud mengukuhkan struktur pemikiran
psikoanalitis dengan pilar kedua teorinya: Tiga
Esai tentang Teori Seksualitas. Teori ini menguraikan penyimpangan dan
perkembangan “normal” dari masa kanak-kanak ke pubertas dengan tidak adanya
kekritisan dan keterbukaan yang hingga saat itu nyaris tidak dikenal dalam
literatur medis. Masih pada tahun 1905, Freud memperkenalkan bukunya tentang
gurauan dan riwayat-riwayat kasus terkenal pertamanya: “Fragmen dari sebuah
Analisis atas Kasus Histeria”, yang dijuluki “kasus Dora”. Dia menerbitkan buku
itu untuk menjelaskan kegunaan tafsir mimpi dalam psikoanalisis, dan
mengungkapkan kegagalannya dalam mengenali kekuatan transfer dalam situasi
analitis, tetapi minimnya empati dengan remaja yang dianalisis menjadikan buku
itu kontroversial.
Dalam dekade berikutnya, Freud memperkaya teknik
psikoanalisis dengan tiga riwayat kasus yang lebih canggih—“Analisis atas Fobia
pada seorang Anak Laki-Laki Lima Tahun” (Hans Kecil”), “Catatan terhadap Kasus
Neurosis Obesional” (“Manusia Tikus”) pada tahun 1909, dan “Catatan
Psikoanalisis atas sebuah Uraian Autibiografis tentang Kasus Paranoia” (“Kasus
Schreber”) pada tahun 1911. Walaupun terdapat berbagai analisis ulang mutakhir,
analisis-analisis tadi tetap merupakan model-model ekspositoris selama spektrum
luas penyakit mental. Lalu, mulai tahun 1910, Freud menerbitkan makalah-makalah
peolpor yang sangat berpengaruh tentang teknik, untuk menegakkan metode
analitis di atas fondasi yang kokoh. Dia juga tidak mengabaikan teori; menjadi
saksi makalah yang penting seperti “Formulasi tentang Dua Prinsip Berfungsinya
Mental” (1911), di mana dia membedakan antara “proses primer”, unsur tak sadar
dan primitif dalam pikiran, dan “proses sekunder”, pada umumnya sadar dan
terkendali.
Selama tahun-tahun itu Freud juga menjebol batas-batas
mengekang spesialisasi klinis dan teoretis dengan menerbitkan makalah-makalah
tentang agama, sastra, adat istiadat seksual, biografi, patung, prasejarah, dan
banyak lagi yang lainnya. “Tindakan-Tindakan Agresif fan Praktek-Prakter
Religius” (1907), “Penulis Kreatif dan Melamun” (1908). “Moralitas Seksual
‘Beradab’ dan Penyakit Sayaf Modern” (1908), dan studinya yang luas
diperdebatkan tentang asal mula homoseksualitas, “Leonardo da Vinci dan sebuah
Kenangan tentang Masa Kanak-Kanaknya” (1910), hanyalah beberapa contoh dari
banyak karyanya. Freud menjadikan semua kebudayaan sebagai area pengetahuannya.
Dia sedang mewujudkan program yang dirancang untuk dirinya sendiri sewaktu
muda: memecahkan teka-teki besar eksistensi manusia.
Akan tetapi Freud juga mendapati kurun antara tahun 1905
dan 1914 adalah dekade yang meresahkan dengan adanya kemajuan, dan perpecahan
pernuh pertikaian dalam, sebuah gerakan internasional yang bangkit dengan
cepat—gerakan-nya. Politik
psikoanalisis menguasai pusat panggung. Dua sumber utama harapan bagi masa
depan ide-ide Freud, dan belakangan perselisihan sengit, adalah Dokter Wina
Sosialis Alfred Adler (1870-1937), dan psikiater orisinal berkemauan keras
Swiss Carl G. Jung (1875-1961). Adler adalah salah seorang pengikut awal Freud
dan selama beberapa tahun tetap menjadi pendukung paling menonjolnya di Wina.
Tetapi ketika kepentingan profesional dalam psikoanalisis—tidak semuanya
beritikad baik—berkembang pesat, ketika ide-ide meresahkan Freud ditelaah dalam
kongres psikiater, Freud berkeinginan memperluas jangkauan psikoanalisis di
luar tempat asalnya. Wina, dengan sejumput pengikut, baginya tampak begitu
sempit, tidak cocok sebagai kantor pusat.
Terobosan pertama muncul pada tahun 1906, ketika Jung,
saat itu psikiater utama di klinik terkenal Burghölzli di Zurich, mengirimi
Freud salinan sebuah artikel. Freud merespon seketika; korespondensi yang
hangat tumbuh berkembang, dan persahatan dikukuhkan dengan kunjungan Jung
kepada Freud pada awal 1907. Freud baru berusia lima puluh, penuh vitalitas dan
produktif, tetapi sudah lama dia merenungkan dirinya sudah tua dan uzur. Dia
sedang mencari pengganti yang akan melanjutkan penyebaran psikoanalitis bagi
generasi-generasi berikutnya dan bagi dunia yang lebih besar dari Wina, di mana
waktu itu psikoanalisis cuma berputar-putar di lingkungan Yahudi. Jung, sosok
luar biasa dan pendebat yang energetik, adalah penemuan yang inspiratif: dia
belum tua, dia bukan orang Wina, dia bukan orang Yahudi. Jung tampil menonjol
dalam kongres internasional pertama psikoanalisis di Salzburg pada musim semi
1908, dan ditunjuk sebagai, pada tahun berikutnya, editor Buku Tahunan yang baru saja didirikan. Freud, sangat senang dengan
Jung, mengangkatnya sebagai anak, putra mahkotanya—pujian yang disambut hangat
Jung, bahkan dipupuk. Karena itulah, ketika Perhimpunan Psikoanalitis
Internasional didirikan pada Maret 1910, di Nürnberg, Jung adalah pilihan logis
dan tak terelakkan Freud sebagai presidennya. Para pengikut Wina Freud melihat
kota mereka digantikan oleh Zurich sebagai pusat psikoanalisis, dan tidak
menyukai itu. Sebuah kompromi disepakati, dan untuk beberapa saat kedamaian
menyelimuti Masyarakat Psikoanalisis Wina. Tetapi Adler mengembangkan ide-ide
psikologis tersendiri, yang mengusung agresivitas atas seksualitas, dan
“inferioritas organ” sebagai penyebab dominan neurosis. Perpecahan menjadi tak
terelakkan, dan, pada musim panas 1911, Adler dan beberapa pengikutnya
mengundurkan diri, menyebabkan Freud dan para Freudian mengendalikan masyarakat
Wina.
Freud bukan tanpa pujian. Pada September 1909, dia
menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Clark di Worcester,
Massachusstts, seperti halnya Jung. Tetapi seperti Adler, Jung semakin menjauh
dari ide-ide Freud. Dia tidak pernah merasa nyaman dengan keutamaan yang
disandangkan Freud pada dorongan seksual—libido. Pada awal 1912, keberatan-keberatan
itu menjadi bercorak personal. Sebagai tanggapan, Ernest Jones, pengikut utama
Freud di Inggris, membentuk sebuah kelompok rahasia pembela yang beranggotakan
para analis yang seide, Komite. Komite itu terdiri atas dirinya sendiri, Freud,
Sandor Ferenczi (seorang pengikut yang cemerlang dari Budapes), pengacara Wina
yang cakap Hanns Sachs, dokter klinis berpengalaman Berlin dan teoritikus Karl
Abraham, dan juru tulis pribadi Freud, sang autodidak Otto Rank. Tampaknya ini
perlu dikemukakan: pada akhir 1912, korespondensi antara Jung dan Freud menjadi
semakin penuh permusuhan dan pada Januari 1914, Freud mengakhiri
persahabatannya dengan Jung. Sebuah perpisahan yang tinggal menunggu waktu
saja: pada musim semi 1914, Jung mengundurkan diri dari posisi-posisi
pentingnya dalam gerakan psikoanalitis.
Ketegangan-ketegangan politis psikoanalitis tidak
menghalangi Freud untuk melanjutkan eksplorasinya atas berbagai topik yang
mengesankan ragamnya. Pada tahun 1913, dia menerbitkan sebuah proyek sangat
spekulatif dan berani tentang prasejarah psikoanalitis, Totem dan Tabu, yang menetapkan momen bahwa orang-orang barbar, di
masa lalu yang buram dan jauh sekali, memasuki kebudayaan dengan membunuh ayah
mereka dan memperoleh rasa bersalah. Kemudian, pada tahun 1914, dia menerbitkan
(secara anonim) “Musa karya Michelangelo”, memadukan kekagumannya pada patung murung
karya Michelangelo dengan kekuatan pengamatannya. Pada tahun yang sama, dengan
makalah menggelisahkan tentang narsisme, dia meruntuhkan aspek-aspek krusial
pemikiran psikoanalitis dengan meragukan teorinya tentang dorongan—yang sampai
saat itu terbagi menjadi erotis dan egoistis.
Tetapi berbagai peristiwa mengerikan di pentas dunia
mengesampingkan penilaian ulang Freud atas teori psikoanalitis. Pada 28 Juni
1914, Archduke Austria Francis Ferdinand dan istrinya dibunuh. Enam pekan kemudian,
pada 4 Agustus, Eropa dilanda perang. Korban pertama bagi psikoanalisis adalah
riwayat kasus Freud yang paling terkenal pada akhirnya, “Dari Sejarah Neurosis
Infantil” (Manusia Serigala”), ditulis pada musim gugur 1914, tetapi baru
diterbitkan pada tahun 1918. Aktivitas psikoanalitus nyaris terhenti. Banyak
pasien potensial yang berada di front; sebagian besar psikoanalis ditugaskan
sebagai wajib militer dalam korps kesehatan; komunikasi antara “musuh” seperti
Ernest Jones dan Freud diputus total; penerbitan psikoanalitis nyaris punah;
dan kongres, urat nadi komunikasi, tak ada kabar beritanya lagi. Bagi Freud,
saat itu adalah masa mencemaskan dalam bentuk lain: seluruh tiga anak
laki-lakinya masuk tentara, dua dari mereka nyaris tiap hari bergelut dengan
maut.
Kendati demikian, perang tidak mengistirahatkan pikiran
Freud. Punya waktu melimpah ruah, dia memanfaatkannya dengan baik. Bekerja adalah
pertahanan dari kemurungan. Antara Maret dan Juli 1915, dia menulis puluhan
makalah fundamental tentang metapsikologi—tentang ketidaksadaran, tentang
represi, tentang melankolia; tetapi dia menolak untuk menghimpun
tulisan-tulisan itu menjadi buku teks dasar yang direncanakannya. Dia
menerbitkan lima dari makalah-makalah itu antara tahun 1915 dan 1917, dan
menghancurkan selebihnya. Ketidakpuasan enigmatiknya dengan tulisan-tulisan itu
mengisyaratkan kekecewaan yang menggerakkannya dalam menulis makalahnya tentang
narsisme. Peta pikirannya tidak memadai bagi bukti yang dia kumpulkan dalam
pengalaman klinisnya. Tetapi dia masih tidak punya alternatif yang memuaskan. Hal
itu harus menunggu perang usai.
Aktivitas masa perang lainnya, walaupun lebih sukses, hanya
memberi Freud kepuasan sekadarnya: mulai tahun 1915, dia memberi kuliah di
universitas, menerbitkan satu volume pada tahun 1917 berupa Kuliah-Kuliah Pengantar Psikoanalisis. Dengan
kepiawaian ahli mempopulerkan bawaan lahir, Freud membuka dengan sebuah serial
tentang pengalaman sehari-hari, selip lidah, lupa “tanpa motivasi”, kemudian
beralih ke mimpi dan menyimpulkan dengan topik teknis, neurosis. Berkali-kali
dicetak ulang dan luas diterjemahkan, Kuliah
Pengantar ini akhirnya memberi Freud audiens yang besar.
Perang terus berkobar. Pada awalnya, dan ini agak
mengherankannya, sebagai seorang patriot Austria, Freud merasa lelah dengan
pembataian tak ada habisnya. Dia semakin muak dengan sauvinisme para
intelektual, kekerasan hati para komandan, kebodohan para politisi. Dia belum
sepenuhnya mengakui signifikansi teoretis agresi, meskipun para psikoanalis
sudah sering menghadapi agresivitas di antara para pasien mereka. Tetapi
perang, yang memang brutal itu, meneguhkan penilaian psikoanalitis skeptis
terhadap sifat manusia.
Tanda-tanda hidup kembalinya aktivitas muncul tak lama
sebelum perang berakhir. Pada September 1918, untuk pertama kalinya sejak tahun
1913, para psikoanalis dari Jerman dan Austria-Hongaria bertemu di Budapes. Dua
bulan kemudian, perang usai. Mendatangkan kelegaan luar biasa bagi keluarga,
semua anak laki-laki Freud pulang dengan selamat. Tetapi waktu untuk khawatir
sama sekali belum berakhir. Pihak-pihak yang kalah dihadang revolusi, secara
drastis berubah dari kekaisaran menjadi republik-republik, dan dibebani dengan
perjanjian-perjanjian damai yang ketat dan penuh hasrat balas dendam yang
melenyapkan wilayah dan sumber daya mereka. Wina dilanda kelaparan, kedinginan,
keputusasaan; kelangkaan makanan dan bahan bakar mengundang penyakit-penyakit
mematikan—tuborkulosis dan influenza. Dalam situasi yang sangat menekan itu,
Freud, yang tidak membuang-buang air mata bagi runtuhnya Kekaisaran Hapsburg,
menunjukkan diri sebagai manajer yang imajinatif dan energetik. Potret tentang Martha
Freud yang menjauhkan Herr Profesor dari realitas domestik perlu direvisi.
Freud mengirimkan permintaan yang tepat kepada kerabat, teman-teman, sejawat di
luar negeri dengan memerinci makanan dan pakaian apa yang paling diperlukan
keluarganya, dan bagaimana cara mengirim paket dengan selamat. Lalu, pada
Januari 1920, derita pasca-perang menghantam keluarga itu dengan pukulan
mematikan: putri kedua kesayangan Freud, Sophie, menikah dan tinggal di
Hamburg, ibu dua orang anak, meninggal direnggut wabah flu.
Masuk akal jika dikemukakan bahwa kematian Sophie memberi
dorongan pesimistis bagi teori yang sedang dikembangkan Freud. Sesungguhnya,
dia hampir menyelesaikan Di Luar Prinsip Kesenangan (1920), yang
mulanya mengumumkan teori Freud tentang dorongan kematian, setahun sebelumnya.
Begitu Freud mengadopsi konstruk ini, di mana kekuatan kehidupan, Eros, secara
dramatis berhadapan dengan kekuatan kematian, Thanatos, dia mendapati dirinya
tidak bisa memikirkan cara lain. Pada tahun 1923, dalam studi klasinya Ego dan Id, dia merampungkan revisinya. Dia
lalu mengusulkan sebuah “teori struktural” pikiran, yang memvisualkan pikiran
sebagai terbagi dalam tiga agensi yang berlainan tetapi saling berinteraksi: id
(keseluruhan domain tidak sadar pikiran, terdiri atas dorongan dan material
yang nantinya direpresi), ego (yang sebagian sadar dan memuat mekanisme
pertahanan dan kapasitas untuk menghitung, menalar, dan merencanakan), dan
super-ego (juga sebagian sadar, yang menambung nurani dan, di luar itu, rasa
bersalah tak sadar). Skema baru ini tidak membuat Freud meninggalkan
karekterisasi klasiknya tentang aktivitas mental—menekankan karak pemikiran
dari kesadaran—sebagai kesadaran, atau prakesadaran, atau sepenuhnya tak sadar.
Tetapi kini dia membuat titik menentukan bahwa banyak operasi mental ego, dan
juga super-ego, tidak bisa diakses untuk introspeksi langsung.
Sementara itu, gerakan psikoanalitis tumbuh marak. Freud
menjadi nama yang sangat terkenal, walaupun dia membenci sensasionalisasi
perhatian yang diberikan pers populer kepadanya. Perkembangan yang lebih baik:
pada tahun 1920, dalam kongres pertama pasca-perang di Den Haag, bekas
“musuh-musuh” bertemu sebagai teman. Freud ditemani putrinya Anna, yang waktu
itu dia analisis dan yang bergabung dengan Masyarakat Psikoanalitis Wina pada
tahun 1922. Pada tahun itu para analis mengadakan pertemuan di Berlin. Itulah
kongres terakhir yang dihadiri Freud. Pada April 1923, dia dioperasi untuk
mengangkat tumor di langit-langit mulutnya. Meskipun selama berbulan-bulan para
dokter dan sejawat-sejawat dekatnya bersikap seolah-olah tumor itu tidak ganas,
pada September kebenaran mengemuka: dia mengidap kanker. Operasi berat menyusul
pada musim gugur. Sejak itu Freud, terpaksa mengenakan protesis, jarang-jarang
terbebas dari rasa tidak enak atau sakit.
Tetapi dia tidak pernah berhenti bekerja. Meskipun
mengalami kesulitan berbicara, dia terus menganalisis pasien, banyak dari
mereka adalah para dokter Amerika yang datang ke Wina sebagai “muridnya” dan
kembali pulang untuk menganalisis di New York atau Chicago. Dia terus merevisi
teori-teorinya. Dari pertengahan 1920-an, dia menulis makalah-makalah
kontrovesial tentang seksualitas perempuan, dan, pada tahun 1926, Hambatan, Gejala, dan Kecemasan,
yang membalik pemikiran terdahulunya tentang kecemasan, kini memperlakukannya
sebagai sebuah isyarat bahaya. Lebih jauh, dia menulis esai yang mendapatkan
khalayak pembaca relatif luas. Masa Depan
sebuah Ilusi, telaah seorang ateis teguh atas agama, pada tahun 1927, dan,
pada tahun 1930, Peradaban dan
Kekecewaannya, sebuah pandangan kecewa terhadap peradaban modern yang
berada di ambang melapetaka.
Pada tahun 19333, malapetaka itu datang. Pada 30 Januari,
Hitler diangkat sebagai kanselir Jerman, dan sejak saat itu orang-orang Nazi
Austria, yang sudah aktif saat itu, semakin sering ikut campur dalam politik. Para
penjaga lama sudah pergi: Karl Abraham meninggal secara prematur pada tahun
1925; Sandor Ferenczi menyusulnya pada tahun 1933. Teman-teman terdekat Freud
sudah tidak ada. Tetapi Freud tidak mau meninggalkan Wina yang dia benci dan
cintai: dia terlalu tua, dia tidak mau kabur, lagi pula, Nazi tidak akan pernah
menyerbu negerinya. Pagi hari 12 Maret 1938, orang-orang Jerman membuktikan
bahwa keyakinannya salah. Ketika pasukan Nazi berderap masuk, rakyat yang
bersuka cita menyambut mereka. Kemarahan anti-Semit melampaui apa pun yang
pernah disaksikan orang Jerman setelah lima tahun Nazi berkuasa. Pada akhir
Maret, Anna dipanggil ke markas besar Gestapo, walaupun dia dibebaskan tanpa
cedera, trauma itu mengubah pikiran Freud: dia harus beremigrasi. Perlu waktu
berbulan-bulan untuk memuaskan pemerasan pemerintahan Nazi, tetapi pada 4 Juni,
Freud bertolak ke Paris, disambut oleh bekas pasien yang pernah dianalisis dan
murid yang mencintainya, Putri Marie Bonaparte. Pada 6 Juni, Freud mendarat di
London, didahului oleh sebagian besar keluarganya, “untuk meninggal dalam
kebebasan”.
Sudah tua dan sakit-sakita, dia terus bekerja, buku
komplet terakhir Freud, Musa dan
Monoteisme, membikin jengkel dan merisaukan para pembaca Yahudinya dengan
pernyataan tegasnya bahwa Musa adalah seorang Mesir: dia mengakhiri hidup
seperti dia menjalaninya—pengusik kedamaian. Dia meninggal dengan gagah berani
pada 23 September 1939, meminta dokternya agar memberi dosis morfin yang
mematikan. Freud tidak percaya pada kekekalan personal, tetapi karyanya terus
hidup.
Diterjemahkan dari Sigmund Freud, The Ego and the Id, The Standard Edition, W. W. NORTON &
COMPANY, New York – London, h. xi - xxiv
[1] Nama lahirnya adalah Sigismund Schlomo, tetapi dia tidak
pernah menggunakan nama tengahnya dan, setelah bereksperimen dengan bentuk yang
lebih pendek untuk beberapa saat, secara definitif mengadopsi nama pertama
Sigmund—kadang-kadang kembali ke bentuk asal—pada awal 1870-an, ketika dia
menjadi mahasiswa kedokteran di Universitas Vienna. Freiberg, kini termasuk
dalam wilayah Republik Ceko, disebut “Pribor” dalam bahasa Ceko.
[4] Freud tidak pernah menyatakan bahwa penganiayaan seksual
itu tidak ada. Dia punya pasien-pasien yang dia tahu tidak membayangkan
serangan-serangan yang mereka laporkan. Semuanya dia tinggalkan ketika dia
meninggalkan teori rayuan adalah klaim terlalu umum bahwa hanya pemerkosaan anak, entah itu anak laki-laki atau anak
perempuan, oleh pembantu, saudara kandung yang lebih tua, atau teman sekelas,
yang bisa menyebabkan neurosis.
[5] Buku itu bertahun 1900 pada halaman judulnya dan tahun
itu biasanya diberikan sebagai tahun penerbitan.
Comments
Post a Comment