Hukum dan bahasa
“Lis, mengapa
bahasa hukum begitu kaku, tidak enak dibaca? Apa karena mengejar kepastian
hukum hingga mengorbankan estetika?” tanya seorang teman yang di kemudian hari
justru berkecimpung di dunia hukum, meski sayalah yang kuliah di Fakultas
Hukum, bukan dia. Agak bingung juga saya menjawabnya, sebab tulisan Daniel S.
Lev itu luwes dan jelas (dalam bahasa Inggris), begitu juga buku Sebastiaan Pompe
"The Indonesian Supreme Court, A Study of Institutional Collapse" yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Runtuhnya
Institusi Mahkamah Agung. Terjemahannya bagus, bukan karena saya yang menerjemahkan,
tetapi karena disunting oleh tim yang hebat dan, ini yang membanggakan, diperiksa oleh almarhum Prof. Soetandyo Wignjosoebroto. Hormat saya untuk
beliau.
Tetapi banyak
juga yang memang susah dimengerti bahasanya, misalnya Pengantar Hukum Perdata
Internasional karya Sudarto Gautama (Gouw Giok Siong). Kebanyakan diktat hukum
lainnya juga begitu bahasanya. Saya berbaik sangka saja, mungkin para penulis
itu berpikir dalam bahasa Belanda, bahasa asli sebagian besar sumber hukum
kita. Berbicara tentang bahasa Belanda saya pun terkenang mata kuliah yang
hanya diajarkan satu SKS ini. Apa yang bisa diharapkan dari mata kuliah satu
SKS. Yang dua SKS saja, bahasa Inggris, tidak akan memadai untuk membuat
mahasiswa mengerti literatur hukum dalam bahasa Inggris. Mungkin petikan
berikut ini mengambarkan menyeramkannya kualitas bahasa Inggris sebagian, besar
(mungkin), para insan hukum kita. Ini hanya contoh, tak perlu disebut siapa
penulisnya:
"Based on
paragraph xxxx and xxxx KUH Perdata civil towards mail proof must there
legalization from official functionary. This research aims to detect deed
strength underhand as a means of proof in course of conference at court, to
detect can not it function legalization on deed that made underhand give
verification strength addition in session at court. Based on result research,
can know that: practice legalization by notary public that is legalization be
acknowledgement hits date is maked it agreement, so that deed underhand that
get legalization give certainty for judge has hitted date, identity, also sign
from the parties concerned and related in agreement. in this case the parties
the names included in that mail and signing be that mail not again say that the
parties or one of the parties doesn't detect to what that mail contents,
because its contents has been read and explained beforehand before the parties
signing to face general officials concerned and to face witnesses; notary
public responsibility on deed truth .... "
Saya kira cukup
sekian.
Meski tak
langsung, belakangan saya kembali berurusan dengan teks-teks hukum. Suka atau
tidak saya mengakui ujaran bahwa menuntut ilmu tidak mesti dilakukan di bangku
kuliah, bahkan bisa lama setelah bangku-bangku ruang kuliah diganti. Benar
ucapan Henry Ford, “Orang baru menjadi tua ketika berhenti belajar.” Bukan
berarti orang belajar tidak bisa menua, tetapi sebagai kalimat penyemangat
bolehlah. Barangkali seperti semangat seorang ibu tujuh puluh dua (72) tahun yang
pernah sekelas dengan saya ketika kursus bahasa Perancis di LIP semasa saya
kuliah dulu.
Mengerjakan
naskah-naskah dengan rujukan literatur hukum, istilah-istilah hukum dwi-bahasa
(Indonesia dan Inggris) berikut saya kumpulkan dan bagikan di sini. Semoga
berguna:
Catatan:
Terjemahan bahasa Inggris diberi warna merah tua.
Akta
|
Deed,
penulis Eropa ada juga yang menggunakan acte,
lihat misalnya http://www.step.org/how-authentic-deed-acte-1
|
Pasal (keterangan:
menurut EYD, selalu ditulis dengan huruf awal kapital)
|
Article
|
Ayat
|
Paragraph
|
Undang-Undang
|
Law,
ada juga yang menggunakan Act.
|
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
|
Indonesian Civil Code
|
Reglemen
Indonesia yang Diperbarui atau Het
Herziene Indonesisch Reglement (HIR)
|
Revised Indonesian Rule of Procedures
|
Reglemen
Daerah Seberang atau Rechtsreglement
voor De Buitengewesten (RBg)
|
Procedures for the Outer Island
|
Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan
|
Regulation of Supreme Court of Republic of Indonesia Number 1
of 2008 on Court-Annexed Mediation Procedure
|
Peninjauan
Kembali (PK)
|
Civil request in other jurisdiction
|
Putusan
|
Adjudication
|
Hukum Acara
Perdata
|
Law of Civil Procedure
|
Pengadilan
Negeri
|
District Court
|
Pengadilan
Tinggi
|
High Court
|
Mahkamah Agung
|
Supreme Court
|
Kejaksaan
Negeri (Kejari)
|
Office of District Attorney
|
Kejaksaan
Tinggi (Kejati)
|
Chief Public Prosecutor’s Office
|
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
|
Criminal Code
|
Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
|
Criminal Procedural Code
|
Comments
Post a Comment