PERBANKAN RENAISANS
Pertumbuhan
perbankan yang bermula pada abad ketiga belas benar-benar meningkatkan minat
khalayak pada berbagai bentuk pengetahuan baru seperti matematika, bahkan minat itu juga merambah aspek-aspek ilmu klasik
lainnya, yang pada akhirnya menyebabkan kebangkitan kembali seni dalam gaya
klasik. Ketika keluarga-keluarga bankir seperti Medici bertambah kaya, mereka melakukan apa yang dilakukan
kebanyakan keluarga terkaya: mereka memupuk minat pada masa silam dan
mengaitkan diri dengan kejayaan masa lalu melalui pameran megah seni dan sastra
di istana-istana mereka. Kalau tidak bisa menemukan istana-istana tua yang bisa
dibeli, mereka membangun istana baru yang dibuat terlihat berumur tua. Mereka
memenuhi rumah-rumah dan istana mereka dengan seni Romawi dan Yunani kuno,
perpustakaan mereka dipenuhi salinan manuskrip-manuskrip kuno yang baru saja
diterjemahkan dari bahasa Arab atau Yunani dan Latin.
Kekayaan keluarga-keluarga saudagar itu sanggup menopang pembiayaan
kesarjanaan dan seni mereka, membebaskan seni dari belenggu mencengkeram gereja
berikut biara-biaranya. Humanitarianisme baru dalam seni berujung pada
penekanan pada tubuh manusia sebagaimana terlihat dalam karya-karya
Michelangelo dan Leonardo da Vinci, yang menulis bahwa “Pelukis yang baik pada
dasarnya harus melukis dua hal: manusia dan ide-ide di kepala manusia.” Tubuh
manusia menjadi titik perhatian seni humanistik ini.
Keluarga Medici serta keluarga-keluarga saudagar dan bankir kaya Renaisans
lainnya juga menggunakan ilmu-ilmu klasik sebagai sarana untuk memisahkan diri
dari tema-tema religius yang menjadi ciri khas begitu banyak kebudayaan Eropa
selama Abad Pertengahan. Keluarga-keluarga bankir itu memperoleh kekuasaan
berkat kekayaan yang mereka dapatkan dalam usaha-usaha perdagangan mereka;
mereka tidak berutang kepada gereja. Seni mereka, perabotan rumah mereka, dan
gaya bangunan mereka menjelajahi kembali era pra-Kristen Roma dan Yunani untuk
mencari inspirasi. Walaupun tidak anti-Kristen dan tidak pula anti agamawan,
bentuk kesarjanaan baru itu mendapatkan nama humanisme karena
penekanannya yang lebih banyak pada manusia ketimbang pada dewa-dewa, orang
suci, dan malaikat.
Seperti perbankan yang menopang biayanya, Renaisans berpusat di Florence.
Ketika keluarga Medici memperoleh lebih banyak kekuasaan di Roma, sebagian
anggota keluarga itu bahkan mendapat kedudukan gereja kepausan tertinggi,
mereka memasukkan ide-ide baru dan standar baru seni serta kesarjanaan mereka
ke Vatikan dan ke semua gereja. Langit-langit Kapel Sistine Michelangelo yang menggambarkan
penciptaan manusia, misalnya, memberikan penekanan pada manusia sama kuatnya
dengan penekanan pada Tuhan, sebuah titik tolak radikal dari seni religius
sebelumnya.
![]() |
Lukisan langit-langit Kapel Sistine karya Michelangelo |
Di bidang sastra, humanisme baru itu melucuti penekanan kesarjanaan injili
dan teologi demi karya-karya tentang manusia, seperti karya Boccaccio Decameron
(1353); karya-karya sejarah sekuler seperti La Historia de Florencia
(1429) kepunyaan Leonardo Bruni; dan karya-karya tentang keagungan kemanusiaan,
seperti Oratio de dignitate hominis (Orasi tentang Martabat Manusia)
karya Giovanni Pico della Mirandola, diterbitkan tahun 1486. Dunia di sekitar
para penulis itu menggugah perhatian mereka dan mengilhami kegeniusan mereka
jauh melebihi yang mampu dilakukan konsep abstrak tentang surga atau suatu
kehidupan sesudah mati dalam dimensi realitas lain. Esai Pico della Mirandola
menggemakan tema bahwa “pada segala yang bisa dilihat tidak ada yang
semenakjubkan mansuia,” dan dia pun membandingkan manusia dengan binatang
maupun malaikat. Dia menjelaskan bahwa “[p]ada waktu dilahirkan, binatang sudah
membawa ... apa saja yang mereka punyai.” Sebaliknya, “[b]enih apa pun yang
disemai manusia akan tumbuh dan berbuah dalam dirinya. Jika benih itu tumbuhan,
dia akan menjadi seperti sebatang tanaman; jika benih itu sensitif dia akan
menjadi laksana binatang; jika benihnya rasional, dia akan menjadi seperti
sesosok makhluk surgawi; jika intelektual, ia akan menjadi malaikat dan putra
Allah.”
Para seniman, saudagar, penulis, dan aristokrat abad keempat belas dan
kelima belas tidak merasa bahwa mereka hidup di zaman renaisans, sebab kata itu
baru populer pada abad kesembilan belas. Kebangkitan kembali minat pada masa
lalu dikenal orang sebagai Renaisans baru setelah penerbitan studi Jules Michelet
berjudul La Renaissance pada 1855, tetapi nama itu adalah sebutan kita
untuk masa dan kebudayaan mereka. Semasa Renaisans, kehidupan dan sejarah
memasuki abad keemasan baru yang lebih banyak melihat ke depan daripada ke
belakang.
Walaupun Florence dan kawasan Tuscan sekitarnya meraih reputasi karena
kelahiran kembali pengetahuan Romawi dan Yunani kuno, ia juga melepaskan diri
dari masa lampau dengan melahirkan bahasa Italia modern sebagai bahasa yang
berbeda dari bahasa Latin. Comedia Divina karya Dante Alighieri diakui
sebagai karya pertama yang ditulis dalam bahasa Italia modern. Dalam
karya-karya Dante, Boccaccio, dan Petrarch dialek Tuscan menjadi bentuk sastra
mapan Italia modern.
Renaisans berkembang dan menyebar ide-ide perdagangan maupun gaya seni baru
ke Prancis, Jerman, Belanda, bahkan ke Skandinavia. Dalam tulisan esais Prancis
abad keenam belas Michel de Montaigne kita jumpai bukti tentang cara-cara baru
dalam berpikir. Dalam tulisan-tulisannya Montaigne banyak merenungkan pasar dan
arti pentingnya bagi kehidupan. Sewaktu menulis refleksi-refleksinya dalam Essais,
dimulai sekitar tahun 1571, ia dianggap sedang menciptakan esai modern. Kata
esai sendiri berasal dari konsep suatu ujian, percobaan atau menimbang sesuatu,
dan itu terkait erat dengan pengujian atau analisis (assaying) terhadap
koin dan logam-logam mulia yang dilakukan di pasar. Montaigne mengatakan bahwa
karyanya digarap dalam bahasa sehari-hari, gaya dan bahasa “pasaran”.
Dalam esai pendeknya “Keuntungan Seseorang adalah Kerugian Orang Lain” kita
menyaksikan fajar kesadaran ekonomi. Dia membuat keuntungan menjadi sesuatu
yang wajar dengan menempatkannya dalam konteks kehidupan dan pembusukan. Dia
berkesimpulan bahwa keuntungan muncul dari hasrat yang kerap kali tidak baik,
persis seperti kehidupan muncul dari pembusukan materi lama. Montaigne jarang
menaruh fokus secara langsung pada uang, meskipun demikian dalam
tulisan-tulisannya kita saksikan kemunculan sistem modern nilai-nilai biaya dan
keuntungan.
Bisa kita tengarai perkembangan serupa dalam sastra dan seni. Uang tampil
menonjol sebagai sebuah tema dalam karya-karya Shakespeare, misalnya, yang
karakter-karakternya tidak melulu bertarung demi kehormatan, kekuasaan dan
cinta tetapi juga demi uang dan kekayaan. Pasti tidak tebersit dalam benak
penyair atau minnesinger*
Abad Pertengahan untuk menyanyikan lagu tentang uang, tetapi dalam lakon
seperti The Merchant of Venice, uang menjadi fokus utama. Kebanyakan
karya-karya Shakespeare mengandalkan tema-tema tradisional kekuasaan dan
moralitas, tetapi dalam kebangkitan dunia modern zamannya, dia mengakui uang
adalah sebuah faktor penting dan memandangnya sebagai batu ujian bagi
tokoh-tokohnya sama seperti cinta dan perang.
Tak lama sesudah masa Shakespeare uang mulai tampil dalam seni, utamanya
dalam karya para pelukis Belanda dan Eropa utara lainnya. Seniman melukis
bankir yang sedang menghitung uang; dan dalam beberapa lukisan tentang
kedamaian rumah tangga sekotak koin bisa dilihat di atas meja. Orang selalu
menampilkan dalam seni mereka barang-barang dan ide yang mereka puja, dengan
datangnya era perdagangan, seni bergeser fokus dari lukisan-lukisan religius,
adegan-adegan mitologis, dan orang dengan kuda serta anjing mereka menuju orang
dengan milik yang mereka puja: uang dan benda-benda mahal yang bisa dibeli.
Bersama-sama dengan perbankan dan Renaisans, nama Amerika pun mesti
dihubungkan dengan warisan besar budaya Florence. Dalam suatu perputaran nasib
yang ajaib, nama seorang penjelajah dan pembual Florence, Amerigo Vespucci
(1451–1512), mengilhami penamaan dua daratan yang merupakan Dunia Baru.
Vespucci adalah salah satu dari sekian banyak saudagar Florence yang bepergian
dan melanglang buana. Tidak lama setelah Christophorus Columbus membuka rute
menyeberangi Atlantik, Vespucci mengikuti sebuah ekspedisi yang dikabarkan
mengunjungi pantai sebuah negeri yang sekarang bernama Brazil. Dalam
tulisan-tulisannya, dia membuat banyak klaim gila-gilaan tentang tempat-tempat
yang katanya pernah dia kunjungi tetapi, pada kenyataannya, boleh jadi dia
lihat pun belum pernah. Peta dan tulisannya yang beredar luas, mendorong
seorang kartografer Jerman memilih Americus, bentuk Latin dari nama
depan Vespucci, untuk menyebut benua di selatan yang baru ditemukan dan
disangka terpisah dari tempat-tempat yang dilihat Columbus jauh di utara. Tak
lama kemudian, para kartografer menggunakan sebutan itu untuk daratan baru di utara
juga, menyodori kita nama-nama baru Amerika Utara dan Amerika Selatan. Di dunia
ini Amerigo Vespucci adalah satu-satunya orang yang namanya dipakai untuk
sebuah benua, apalagi dua. Dia saudagar Florencia.
Seiring kebangkitan perbankan Italia dan Renaisans, sebuah peradaban model
baru mulai timbul. Peradaban yang ditandai dengan cara-cara baru dalam berpikir
dan cara baru mengelola kehidupan perdagangan. Berdiri sendiri, para bankir dan
sistem moneter baru mereka memang tidak akan sangup menciptakan sebuah
peradaban yang sama sekali baru, tetapi perubahan-perubahan yang mereka
perkenalkan kepada kehidupan bangsa Eropa itu disusul oleh peristiwa-peristiwa
unik dalam sejarah. Dengan ekspansi hegemoni Eropa ke Amerika, bangsa Eropa
meraup kekayaan lebih banyak daripada yang pernah dipunyai bangsa lain. Dipadu
dengan institusi-institusi finansial baru, kekayaan baru tersebut menciptakan
sistem persilangan unik perbankan yang merajai dunia selama lima ratus tahun
hingga pecah Perang Dunia Pertama.
* Trubadur Jerman Abad Pertengahan.
Sumber gambar: http://drawingacademy.com/michelangelos-sistine-ceiling
Dipetik dari Jack Weatherford, The History of Money, Crown Publishers Inc, New York, 1997, diterjemahkan oleh Noor Cholis dengan judul Sejarah Uang, PT Bentang Pustaka, Yogyakarta (2005)
Comments
Post a Comment