Jaringan Uang (II)



Lantai Bursa Efek New York terlihat sama berantakannya dengan tanah di pasar Bandiagara. Tentu bukan kulit kacang, kulit jagung, dan daun pisang yang berserakan, lantai bursa itu dipenuhi lembaran kertas beraneka warna dari berbagai transaksi keuangan. Setiap pialang berpengalaman mampu menentukan secepat kilat volume aktivitas dan kawasan  mana yang ditandai oleh jumlah lembaran kertas putih dan kuning yang menumpuk di sekitar hot zone bagaikan serpihan tembikar di sekitar tungku bakar.
Di samping lantai bursa yang acak-acakan, ruangan besar mirip gua itu sekilas tampak seperti perakitan mobil teknologi tinggi dengan deretan perlengkapan elektronik, bermil-mil kabel komputer biru, dan monitor-monitor menggantung pada lengan fleksibel layaknya perangkat robot yang dipergunakan untuk merangkai mobil. Huruf-huruf hijau pada papan elektronik memancarkan sorot redup ke atmosfer antiseptik gua yang luas. Bertolak belakang dengan penampilan lantai yang tampak kacau, aktivitas diatur secara cermat dengan sistem warna. Monitor-monitor menampilkan informasi finansial mutakhir dalam cahaya komputer magis; setiap karyawan mengenakan jaket warna dan lencana identitas plastik khusus; dan telepon-telepon kuning terang yang mudah dideteksi. Para karyawan di lantai bursa mengobrol soal olahraga, mengunyah permen karet atau makanan kecil dalam kelompok-kelompok santai yang mendadak sontak hidup ketika kelompok gegap gempita calon pembeli dan penjual berlompatan, berteriak, dan membuat gerak isyarat luar biasa ekspresif setiap kali saham suatu perusahaan memimpin permainan.
Walaupun perempuan boleh bekerja di lantai bursa efek, bidang itu umumnya masih merupakan urusan laki-laki dengan gaya amat maskulin yakni suara lantang dan sengit. Para pialang di lantai bursa melakukan tawar-menawar dan menjalankan bisnis bagi orang dan institusi dari seluruh penjuru dunia. Dalam kotak-kotak bergaya era ruang angkasa di lantai bursa, mereka menerima permintaan untuk membeli atau menjual dari kantor pusat mereka, yang terletak di suatu tempat di sekitar Finansial District yang, pada gilirannya, mendapat perintah dari berbagai cabang dan nasabah di seluruh dunia. Tergantung pada zona waktu, mereka bisa menghubungi secara virtual setiap pusat keuangan di muka bumi, melalui sambungan telepon dan transmisi komputer.
Setiap tahap prosedur bisa dilaksanakan secara elektronik hingga saat-saat terakhir ketika pembeli bertemu penjual dalam bentuk dua pialang berdiri berhadapan di lantai bursa untuk merundingkan rincian transaksi. Tidak jadi soal pialang yang satu bertransaksi untuk sorang Belgia di Osaka dan satunya lagi mewakili para pensiunan guru di Omaha. Boleh jadi mereka tidak tahu di  mana Osaka—bahkan Omaha—terletak, tetapi pada saat-saat terakhir semua transaksi itu dituntaskan dalam suatu pertemuan personal antara seorang pialang yang berusaha menjual dengan harga tertinggi dan pialang lain yang ingin membeli dengan harga terendah: keduanya bertindak atas nama orang-orang yang barangkali tidak akan pernah mereka kenal atau jumpai. Jalur komunikasi yang sama yang mengantar permintaan akan, pada gilirannya, seketika meneruskan informasi tentang penjualan ke monitor-monitor komputer di seluruh dunia dan dengan demikian mempengaruhi pemain-pemain lain dalam keputusan mereka untuk masuk atau menghindari pasar pada momen tertentu itu.
Tatkala matahari merendah tergelincir di langit barat dan terik tengah hari mereda, ibu muda itu meraih bayinya, mangkuk susu kosong, dan tiga kacang kola yang dia beli dari hasil jualannya. Dia lantas bergabung dalam iring-iringan panjang wanita yang bergerak keluar kota menuju desa mereka dan tugas rutin malam yang sudah menunggu di rumah. Tanpa beban susu di kepala, kakinya melangkah ringan, dia pun bergegas menuju perkampungan keluarganya di Kani Kombole, dia mesti membantu memerah susu kambing keluarga sebelum terang hari keburu hilang.
Petikan terjemahan The History of Money Jack Weatherford
Pohon baobab


Di ujung hari yang panjang di bursa saham, pria muda itu mengendorkan dasi dan bergabung dengan teman-temannya menikmati bir dan bertukar gosip bercampur analisis panjang lebar tentang apa yang terjadi pada pasar hari itu dan spekulasi tentang arah mana yang dituju pasar pada hari mendatang. Dalam perjalanan pulang dia membeli makanan Italia bungkusan untuk dirinya dan teman sekamarnya, yang ternyata sedang tidak ada: sehingga dia berbagi makan malam dengan anjing si teman sekamar sembari menonton basket di televisi. Usai makan, dia menyalakan komputer jinjingnya, memperbarui nilai investasinya sendiri, memilah iklan dan tagihan yang masuk emailnya.
Si ibu muda di pasar Mali dan pialang saham muda di New York itu tentu saja tidak hidup di negera yang sama, di benua yang sama pun tidak. Bisa saja mereka tidak bakal bertemu atau sekadar mengetahui keberadaan masing-masing. Si pialang muda seorang Katolik Irlandia yang hidup di salah satu kota besar yang paling maju secara teknologi, paling makmur, dan terpadat di dunia; sedangkan ibu muda itu berasal dari suku animis Dogon yang tinggal di sebuah dusun kecil tanpa aliran air dan listrik. Sang pialang memanfaatkan teknologi komunikasi paling maju di dunia, sementara si ibu muda tidak mengerti baca tulis dan harus mengandalkan isyarat tangan dalam tawar-menawar. Mereka berbicara dalam bahasa berbeda, hidup di dunia berbeda, sekalipun mode komunikasi dan transportasi modern sudah tersedia, mereka tetap menghadapi kesulitan besar dalam memahami nilai dan gaya hidup satu sama lain.
Meski demikian mereka toh terikat di dalam satu jaringan, dalam satu jaringan institusi kait mengait merambah bumi yang menghubungkan pasar-pasar saham Hong Kong, San Francisco, dan New York dengan Amsterdam, London, dan Lima maupun dengan semua kota kecil, desa, dan perkebunan yang bertebaran di muka bumi. Pasar yang sama menghubungkan setiap negara, setiap bahasa, dan setiap kelompok etnis maupun agama. Berbagai pasar independen beroperasi serentak di seluruh dunia. Sebagian menjual susu dan buncis, lainnya menjual saham dan obligasi. Beberapa menjual asuransi dan perdagangan komoditas pertanian berjangka; beberapa lainnya menjual hipotek atau mobil. Kini komunikasi elektronik dengan efisien menghubungkan semua pasar itu menjadi sebuah pasar internasional tunggal, menyatukan semua bagian bumi dan, yang tak kurang pentingnya, semua bagian pasar.
Mereka disatukan oleh satu hal: uang. Entah mereka menyebut uang dengan dolar, rubel, yen, mark, franc, pound, peso, baht, ringgit, kroner, kwansa, lev, escudo, lira, biplwelle, rial, drachma, shekel, yuan, quetzal, pa’anga, ngultrum, ouguiya, rupee, schilling, atau afghani, pada hakikatnya semua beroperasi sama sebagai bagian-bagian lebih kecil dari sistem moneter internasional yang menjamah setiap lahan pertanian, pulau dan desa di seluruh dunia. Tanpa memandang di mana dan apa mata uang lokal yang dipakai, sistem modern memungkinkan mudah lagi cepatnya uang mengalir dari suatu pasar ke pasar lainnya.
Jika kita bisa menyingkirkan mesin-mesin yang mendengung, penyeranta elektronik, monitor, video, telepon seluler, keyboard komputer, dan berkilo-kilometer kabel biru, bursa efek akan mirip dengan hari pasar di Bandiagara ketika kerumunan pedagang dalam kios mungil mereka gigih menjajakan dagangan kecil-kecilan. Entah transaksinya dilakukan untuk gulungan kain, sekarung rempah-rempah, bongkahan garam, gulungan kulit samakan, semangkuk susu segar, atau kepemilikan atas sero kecil dari suatu perusahaan raksasa, berbagai aktivitas fundamental pasarnya cuma sedikit sekali bedanya.
Uang telah menciptakan sebuah perekonomian dunia bersatu yang mencakupi harga susu dan telur di pasar Bandiagara maupun harga saham Sara Lee Foods atau PepsiCo di Bursa Efek New York. Meskipun fluktuasi di bidang politik, agama, teknologi, bahkan cuaca bisa memainkan peran dalam usaha ekonomi, uang tetap merupakan basis bagi keseluruhan sistem dan membentuk kaitan sangat penting dalam memapankan nilai, memfasilitasi pertukaran, dan menciptakan perdagangan. Uang menyatukan semuanya ke dalam sebuah sistem global tunggal. Inilah ikatan yang menyatukan kita semua.
Seratus tahun dari sekarang, para wanita pasar Afrika masih akan melakukan bisnis remeh-temeh, tetapi bursa efek mungkin bakal raib. Orang akan selalu memerlukan kontak personal untuk mengupayakan kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi mereka tidak memerlukannya untuk transaksi keuangan. Pasar elektronik dengan cepat menggusur pasar tatap muka bursa efek dalam suatu cara yang boleh jadi tidak berlaku dalam soal makanan.

Catatan: 
Cuplikan lainnya: Menciptakan Kembali Uang
Dipetik dari Jack Weatherford, The History of Money, Crown Publishers Inc, New York, 1997, diterjemahkan oleh Noor Cholis dengan judul Sejarah Uang, PT Bentang Pustaka, Yogyakarta (2005)

Comments

Popular posts from this blog

Para Pembunuh

Rumah Jagal Lima (Slaughterhouse-Five)

Kekekalan (L'Immortalite), Milan Kundera