Mengapa Elang Membela Orang Amerika
Banyak, banyak sekali, purnama sebelum orang Kulit Putih datang, seorang bocah laki-laki Indian tertinggal di hutan. Saat itu binatang dan manusia saling memahami lebih baik daripada sekarang.
Seekor induk beruang tua menemukan bocah Indian itu.
Beruang itu merasa sangat kasihan pada si bocah. Ia mengatakan kepada anak
itu agar jangan menangis, sebab ia akan mengajaknya pulang ke tempat
tinggalnya, sebuah wigwam yang menyenangkan di lubang sebatang pohon besar.
Ibu Tua Beruang itu punya dua ekor anak, tetapi ada tempat cukup lapang di
antara kaki-kakinya untuk anak ketiga. Ibu Beruang pun mengambil bocah itu,
memeluknya dengan hangat dan erat. Bocah itu diberinya makan seperti
anak-anaknya sendiri.
Bocah itu tumbuh semakin kuat. Dia sangat bahagia dengan ibu dan
saudara-saudara angkatnya. Mereka tinggal di kediaman hangat di lubang pohon
besar. Ketika mereka tumbuh semakin besar, Ibu Beruang mencarikan semua madu
dan kenari yang bisa mereka makan.
Dari matahari terbit hingga terbenam, bocah Indian itu bermain-main dengan
saudara-saudara anak beruangnya. Dia tidak tahu bahwa dirinya berbeda dari
mereka. Dia pikir dirinya adalah beruang kecil juga. Sepanjang hari, bocah itu
dan dua beruang kecil bermain dan bergembira ria. Mereka berguling-guling,
berjumpalitan, dan bergulat di dedaunan hutan. Mereka berkejaran naik turun
pohon beruang.
Kadang-kadang mereka bermain lomba memeluk, sebab setiap beruang kecil
harus belajar memeluk. Yang dapat memeluk paling lama dan paling kuat adalah
yang menang.
Ibu Beruang Tua mengawasi saat ketiga anak yang dikasihinya bermain. Ia
merasa puas dan bahagia. Tetapi ada satu hal yang merisaukan hatinya. Ia takut
akan ada apa-apa menimpa bocah itu. Ia tidak pernah bisa melupakan para pemburu
beruang. Beberapa kali mereka mengendus keberadaan pohon Ibu Beruang, tetapi
angin membuat mereka kehilangan jejak.
Suatu kali, dari jendela pohon beruangnya, ia menyebar bulu-bulu kelinci
saat melihat mereka datang. Angin menerbangkan bulu-bulu itu ke arah para
pemburu dan jatuh di dekat mereka. Mendadak para pemburu beralih mengejar
kelinci.
Kali yang lain, Ibu Beruang menerbangkan bulu burung partridge ketika para pemburu mendekati pohonnya. Sekelompok partridge terbang masuk hutan dengan
bunyi kepak sayap yang gaduh, dan para pemburu pun mengejar mereka.
Tetapi hari ini Ibu Beruang merasa berat hati. Ia tahu para pemburu beruang
besar sudah datang. Tidak ada kelinci atau ayam hutan yang bisa menjauhkan para
pemburu itu dari jejak beruang karena mereka membawa anjing-anjing bermata
empat. (Anjing pemburu rubah mempunyai titik kuning di bola mata yang
membuatnya terlihat bermata ganda.) Anjing-anjing ini terkenal tidak pernah
luput melacak pohon beruang. Cepat atau lambat mereka akan mengendusnya.
Ibu Beruang merasa bahwa dirinya sanggup menyelamatkan diri dan anak-anak
beruangnya. Tetapi bagaimana dengan bocah itu? Ia terlalu mencintainya untuk
membiarkannya dibunuh para pemburu beruang.
Tepat pada saat itu landak, kepala suku segala binatang, lewat di depan pohon
beruang. Ibu Beruang melihatnya. Ia menjulurkan kepala lewat jendela
pohon-beruang dan memanggilnya. Kepala Suku menghampiri dan duduk di bawah
jendela pohon-beruang, lalu mendengarkan kekhawatiran Ibu Beruang terhadap
bocah itu.
Ketika Ibu Beruang selesai bercerita, Kepala Suku Landak mengadakan
musyawarah binatang untuk mencari tahu apakah mereka dapat menyelamatkan si
bocah.
Suara Kepala Suku kemudian menjadi keras. Begitu dia angkat suara, binatang
yang ada di tempat paling jauh pun bisa mendengar. Mereka langsung berlarian
dan berkumpul di bawah pohon musyawarah. Terdengar raungan keras, dan kepak
sayap bersahut-sahutan, karena para burung juga berdatangan.
Kepala Suku Landak mengatakan kepada mereka tentang kekhawatiran Ibu
Beruang dan bahaya yang mengancam bocah laki-laki itu.
“Nah,” kata Kepala Suku, “siapa dari kalian yang akan membawa anak
laki-laki ini, dan menyelamatkannya dari para pemburu beruang?”
Ternyata beberapa binatang yang hadir iri terhadap manusia.
Binatang-binatang itu pernah mengadakan rapat rahasia lebih dari sekali untuk
merancang cara membereskan manusia. Mereka bilang manusia menjadi terlalu kuat.
Manusia tahu semua yang mereka tahu,—dan bukan hanya itu.
Berang-berang tidak suka manusia, karena manusia bisa membangun rumah lebih
baik dari dirinya.
Rubah mengatakan bahwa manusia mencuri kecerdikannya dan kini sudah
mengunggulinya.
Serigala dan panter merasa keberatan dengan manusia karena manusia bisa
menyembunyikan diri dan muncul lagi lebih cepat dibanding mereka.
Rakun mengatakan bahwa manusia lebih berani dan bisa memanjat lebih tinggi
dari dirinya.
Rusa mengeluh bahwa manusia bisa mengalahkan larinya.
Ketika Kepala Suku Landak menanyakan siapa yang akan membawa anak itu dan
merawatnya, masing-masing binatang menyatakan akan dengan senang hati
melakukannya.
Ibu Beruang duduk dan mendengarkan ketika masing-masing binatang menawarkan
diri merawat si bocah. Ia tidak mengatakan apa pun, tetapi ia berpikir
keras,—untuk ukuran seekor beruang. Akhirnya dia angkat bicara.
Kepada berang-berang ia berkata, “Kamu tidak bisa membawa anak ini; kamu
akan menenggelamkannya dalam perjalanan ke sarangmu.”
Kepada rubah ia berkata, “Kamu tidak bisa membawanya; kamu akan
mengajarinya berbuat curang dan mencuri tetapi berpura-pura berteman dengannya;
serigala maupun panter juga tidak bisa membawanya karena mereka menganggapnya
sebagai sesuatu yang enak dimakan.
“Kamu, rusa, kehilangan gigi atasmu karena makan daging manusia. Lagi pula
kamu tidak punya rumah, kamu gelandangan.
“Dan kamu, rakun, aku tidak bisa percaya, karena kamu akan membujuknya
memanjat tinggi-tinggi agar dia jatuh dan mati.”
“Tidak, tidak satu pun dari kalian yang bisa membawa anak ini.”
Seekor burung besar yang hidup di langit melayang turun ke pohon musyawarah
itu ketika binatang-binatang sedang berbicara. Mereka tidak melihatnya.
Ketika Ibu Beruang selesai berbicara rajawali tua bijaksana itu turun dan
berkata, “Berikan anak itu padaku, Ibu Beruang. Tidak ada burung yang segesit
dan sekuat rajawali. Aku akan melindunginya. Dengan sayap besarku akan kubawa
dia menjauh dari para pemburu beruang.
“Aku akan membawanya ke wigwam teman Indianku yang menginginkan seorang
bocah Indian.”
Ibu Beruang menatap mata tajam si rajawali. Ia tahu rajawali itu bisa
melihat jauh.
Lalu ia berkata, “Bawalah dia, rajawali, aku percayakan dia kepadamu. Aku
tahu kau akan melindungi anak ini.”
Rajawali itu merentangkan sayap besarnya. Ibu Beruang menaruh bocak kecil
itu di punggung rajawali, dan mereka melambung tinggi, menjauhi hutan tempat
musyawarah diadakan.
Sang rajawali meninggalkan bocah itu, sesuai janjinya, di pintu wigwam yang
menginginkan seorang bocah Indian.
Itulah pertama kalinya bocah Amerika diselamatkan oleh seekor rajawali
Amerika.
Bocah itu tumbuh menjadi seorang kepala suku terhormat dan pemburu besar.
Tidak ada pemburu yang bisa menemukan jejak beruang secepat dirinya, sebab dia
tahu di mana dan bagaimana menemukan pohon beruang. Tetapi, dia tidak pernah
menumbangkan sebatang pun pohon beruang, atau membunuh seekor beruang.
Meski begitu, ada banyak kulit rubah, panter, dan rusa digantung di
pondoknya. Istri pemburu itu duduk dan membuat baju hangat dari bulu rubah dan
berang-berang yang dibawa pulang suaminya dari berburu. Tetapi tidak pernah
terlihat pemburu itu, istrinya, atau anak-anaknya mengenakan baju kulit
beruang.
Dimuat dalam buku:
Judul :
Dongeng Anak Indian Iroquois
Penulis :
Mabel Powers (Yeh sen noh wehs)
Penerjemah :
Noor Cholis
Penerbit : Adiwacana, Yogyakarta,
2014.
Comments
Post a Comment