Weber di Amerika
Hugo Münsterberg, kolega Weber saat masih
Freiburg, turut menyelenggarakan “Kongres Seni dan Ilmu Pengetahuan” sebagai
bagian dari Universal Exposition 1904 di St. Louis. Diundangnya Weber (bersama
Sombart, Troeltsch, dan banyak lagi yang lainnya) untuk menyampaikan makalah
dalam Kongres itu. Bersama istrinya, Weber bertolak ke Amerika pada bulan
Agustus.
Weber ingin memasuki dengan simpatik sebuah dunia
baru tanpa mengesampingkan kapasitasnya melakukan penilaian yang diperlukan
kelak di kemudian hari. Dia terpesona melihat jam-jam sibuk di Manhattan yang dipandanginya
dari Jembatan Brooklyn sebagai sebuah panorama
transportasi massa dan pergerakan riuh-rendah. Gedung-gedung pencakar langit,
yang dia pandang sebagai ‘benteng modal’, mengingatkannya pada “gambar tua
menara-menara di Bologna dan Florence.” Dia
pun mengkontraskan tumpukan menjulang kapitalisme tersebut dengan rumah-rumah
mungil profesor perguruan tinggi Amerika:
“Di tengah massa itu, segala individualisme menjadi mahal, entah itu dalam
urusan perumahan atau pangan. Misalnya, rumah Profesor Hervay, dari jurusan
Jerman di Universitas Columbia, jelas cuma sebuah rumah boneka yang
mungil-mungil ruangannya, dengan toilet dan fasilitas mandi di ruang yang sama
(hampir selalu begitu keadaannya). Pesta dengan lebih dari empat tamu adalah
suatu kemustahilan (layak dicemburui!), sudah begitu diperlukan satu jam
berkendaraan untuk mencapai pusat kota …”
Dari New York rombongan itu berwisata ke Air
Terjun Niagara. Mereka mengunjungi sebuah kota kecil lalu meneruskan perjalanan
ke Chicago, yang bagi Weber tampak “luar biasa.” Dia mengamati betul keadaan tanpa hukum dan
kekerasaannya, kontras tajamnya antara pantai emas dan perkampungan kumuh,
“uap, kotoran, darah, dan kulit hewan” tempat penampungan ternak, percampuran
“menjengkelkan” orang-orang:
“Si Yunani menyemir sepatu Yankee demi lima sen, si Jerman bertindak sebagai
pembantunya, orang Irlandia mengelola politiknya, dan si Italia menggali parit-parit
kotornya. Dengan perkecualian beberapa distrik hunian eksklusif, keseluruhan
kota raksasa itu, lebih besar daripada London, seperti seorang yang kulitnya
terkelupas dan isi perutnya terlihat sedang bekerja.”
Tak habis-habisnya Weber terkesan oleh tingginya
tingkat pemborosan, utamanya pemborosan hidup manusia, di bawah kapitalisme
Amerika. Dia mengamati kondisi serupa yang dipublikasikan para muckraker*
masa itu. Dia pun mengomentari, dalam sepucuk surat kepada ibunya:
“Usai bekerja, para pekerja sering harus menempuh perjalanan berjam-jam
untuk sampai ke rumah mereka. Perusahaan trem sudah bangkrut bertahun-tahun.
Seperti biasanya seorang kurator, yang tidak berminat mempercepat likuidasi,
menangani semua permasalahannya; karena itu kereta trem baru tidak dibeli.
Kereta yang lama selalu rusak, dan sekitar empat ratus orang meninggal atau
lumpuh setiap tahunnya. Menurut hukum, tiap kematian mengharuskan perusahaan
memberi santunan US$5,000 yang dibayarkan kepada janda atau ahli warisnya, dan
tiap kelumpuhan sebesar US$10,000 yang dibayarkan kepada si korban. Kompensasi
tersebut harus dibayarkan sejauh perusahaan tidak memberlakukan langkah-langkah
pencegahan tertentu. Tetapi mereka sudah menghitung bahwa empat ratus korban
per tahun lebih murah harganya ketimbang pencegahan-pencegahan yang diperlukan.
Karena itulah perusahaan tidak memberlakukannya.”
Di St. Louis, dengan sukses Weber menyampaikan
kuliah tentang struktur sosial Jerman, dengan referensi khusus pada problem
pedesaan dan politik. Itulah “kuliah” pertama dalam enam setengah tahun. Banyak
koleganya yang hadir, dan menurut laporan istrinya, yang juga hadir, kuliahnya
diterima dengan sangat baik. Hal itu jelas membahagiakan pasangan Weber, karena
tampaknya menunjukkan bahwa dia kembali mampu menjalankan fungsi dalam
profesinya. Dia mengarungi wilayah Oklahoma, mengunjungi New Orleans dan tak
lupa ke Tuskagee Institution; dia mengunjungi keluarga jauh di North Carolina
dan Virginia; lalu, dalam tempo cepat, menjelajahi Philadelphia, Washington,
Baltimore, dan Boston. Di New York dia menyisir perpustakaan Universitas Columbia
mencari bahan-bahan bagi penulisan Etika Protestan.
“Dari sekalian orang Amerika [yang kami temui] adalah seorang wanita,
seorang pengawas industri, yang jelas sekali adalah sosok paling menonjol.
Orang belajar banyak tentang kejahatan radikal dunia ini dari sosialis penuh
semangat ini. Kemandulan legislasi sosial dalam suatu sistem partikularisme
negara, korupsi sebagian besar para pemimpin buruh yang menyulut pemogokan lalu
minta bayaran pada pemilik pabrik untuk mengatasi pemogokan itu. (Saya punya
surat pengantar pribadi pada bangsat
semacam itu.) … akan
tetapi, [orang Amerika] adalah bangsa yang mengagumkan. Hanya persoalan Negro
dan imigrasi besar-besaran yang membentuk awan hitam, besar.”
Sepanjang perjalanannya di Amerika tampaknya Weber
paling berminat pada problem buruh, persoalan imigran, problem manajemen
politis—utamanya pemerintahan kota praja—segala ekspresi “semangat kapitalis,”
persoalan orang Indian dan pengaturannya, kondisi memprihatinkan kawasan
Selatan, dan problem Negro. Tentang Negro Amerika, Weber menulis: “Saya
berbicara dengan kurang lebih seratus orang putih Selatan dari segala kelas
sosial dan partai, dan problem yang akan dihadapi orang-orang itu [Negro]
tampaknya benar-benar tanpa harapan.”
Barangkali Amerika Serikat bagi Weber sama seperti
Inggris bagi kaum liberal Jerman generasi sebelumnya: model sebuah masyarakat
baru. Di sini sekte Protestan punya jangkauan paling besar dan di belakang
mereka “asosiasi sukarela’, sekuler, dan kewargaan bermekaran. Di sini federasi
politis negara-negara bagian mengarah pada serikat “sukarela” berbagai kontras sangat
mencolok.
***
Fokus utama pengalaman Amerika Weber adalah peran
birokrasi dalam sebuah demokrasi. Dia melihat bahwa “politik mesin” mutlak
diperlukan dalam “demokrasi massa” modern, jika tidak ingin “demokrasi tanpa
pimpinan” dan kekacauan bahasa (confusio
linguarum) merajalela. Bagaimanapun, politik mesin berarti manajemen
politik oleh para profesional, oleh organisasi politik yang disiplin dan
propaganda efektif. Demokrasi semacam itu juga bisa mengangkat tribun rakyat
Caesaris ke kekuasaan, entah itu dalam peran presiden kuat atau manajer kota.
Dan keseluruhan proses cenderung mengarah pada peningkatan efisiensi rasional
dan bersamaan dengan itu mesin-mesin birokrasi: partai, kota praja, federal.
Weber melihat bangunan-mesin itu, bagaimanapun,
dalam suatu cara dialektik: Demokrasi harus melawan birokrasi sebagai
kecenderungan ke arah kasta mandarin, menjauh dari rakyat kebanyakan dengan
pendidikan ahli, sertifikat ujian, dan masa jabatan, tetapi: jangkauan
fungsi-fungsi administratif, ujung dari perbatasan yang terbuka, dan
penyempitan peluang membuat sistem yang rusak itu, berikut pemborosan
publiknya, ketidakberaturan, dan tiadanya efisiensi teknis, semakin tidak
mungkin dan tidak demokratis. Dengan demikian demokrasi harus mengangkat apa
yang dituntut rasio dan dibenci sentimen demokratis. Dalam tulisan-tulisannya,
berulang-ulang Weber menunjuk pada para pekerja Amerika yang menentang
reformasi pelayanan sipil dengan mengemukakan bahwa mereka lebih menyukai
seperangkat politisi korup yang bisa mereka depak dan rendahkan, ketimbang
sebuah kasta pejabat ahli yang akan merendahkan mereka dan tak tergoyahkan.
Weber menyokong penguatan kekuasaan Presiden Jerman sebagai imbangan Reichstag;
tindakan ini harus dipahami seiring dengan pengalaman Amerikanya. Dia begitu
terkesan dengan luar biasa efisiennya tipe manusia, yang dibesarkan oleh
asosiasi bebas di mana individu harus membuktikan diri di hadapan sesamanya, di
mana tidak ada perintah otoritatif, melainkan keputusan otonom, nalar yang
bagus, dan pendidikan perilaku yang bertanggung jawab bagi kewarganegaraan.
Pada tahun 1918 dalam sepucuk surat kepada seorang
koleganya Weber menganjurkan agar Jerman meminjam “pola klub” Amerika sebagai
sarana “mendidik kembali” bangsa Jerman; karena, ia menulis, “sekarang otoritarianisme
sudah gagal total, kecuali dalam bentuk gereja.” Dengan demikian Weber melihat
kaitan antara asosiasi sukarela dan struktur personalitas manusia bebas.
Studinya tentang sekte Protestan memperkuat hal itu. Dia meyakini bahwa seleksi pribadi-pribadi
secara otomatis, dengan penekanan terus-menerus pada individu untuk membuktikan
diri, adalah suatu cara tak terkatakan ampuhya untuk “memperkokoh” manusia
daripada teknik perintah dan larangan berbagai institusi otoritarian. Sebab
otoritarianisme semacam itu tidak mencapai batin mereka yang tunduk pada
kekangan eksternal, dan itu membuat mereka tidak mampu mengarahkan diri begitu
benteng otoritarianisme dihancurkan oleh kontra kekerasan.
*Gerakan para penulis dan jurnalis Amerika pada
tahun 1880-1914 yang bertujuan mengekspos korupsi politik, komersial, dan
korporasi serta merekam secara apa adanya era industrialisme, kemiskinan
perkotaan, dan konsumsi mencolok
Diringkas dari Introduction: The Man and His Work, From Max Weber: Essays in Sociology https://archive.org/stream/frommaxweberessa00webe/frommaxweberessa00webe_djvu.txt
Comments
Post a Comment