Contentious Politics (1)


terjemahan contentious poltitics sidney tarrow

Prakata Untuk Edisi Kedua
Ketika abad kedua puluh berakhir dan abad berikutnya bermula, David S. Meyer yang mengagumkan itu dan saya menghadirkan sebuah buku yang kami harapkan bisa mencerminkan apa yang diajarkan penelitian beberapa dekade yang lalu kepada kita tentang politik persengketaan: bahwa gerakan sosial menjadi semakin lazim sejak tahun 1960-an; bahwa kelaziman menyebabkan rakyat kebanyakan dan para pemimpin mereka semakin terbiasa dengan aktivitas protes; dan bahwa penerimaan umum ini sedang menimbulkan—jika bukan sudah menimbulkan—rutinisasi persengketaan—kebangkitan sebuah Social Movement Society (1998).
Mengenai tiga klaim di atas, yang pertama benar; yang kedua benar sebagian dan sebagian lagi patut dipertanyakan; sedangkan yang ketiga jelas-jelas salah. Walaupun bentuk-bentuk rutin protes seperti arak-arakan publik dan demonstrasi terus menggerakkan politik populer dan menggugah sektor publik yang semakin luas, sejak pergantian abad baru berbagai protes yang lebih intensif muncul di Amerika Serikat, dan bentuk-bentuk persengketaan yang lebih merusak dan brutal mulai meledak di seluruh penjuru dunia. Bukan hanya itu: pemerintah—termasuk pemerintah Amerika—jelas tidak menjadi lebih terbiasa dengan protes dan mengembangkan bentuk-bentuk lebih beradab dan agresif pemolisian dan pengawasan.
Perhatikan contoh-contoh berikut:
·         Pada November 1999, ribuan demonstran berkumpul di kota Seattle untuk memprotes pertemuan World Trade Organization, yang mereka yakini akan meningkatkan pertumbuhan ketimpangan antara golongan kaya di miskin di dunia.
·         Pada September 2001 sebuah kelompok militan Islamis mengambil alih empat pesawat terbang di wilayah udara Amerika Serikat dan menerbangkannya menabrak World Trade Center dan Pentagon, menewaskan lebih dari 3.000 orang.
·         Di Genoa, Italia, beberapa bulan kemudian, polisi membunuh seorang pemuda yang berdemonstari memrotes konferensi G-8 yang diselenggarakan di kota itu.
·         Pada tahun 2002, sebagai balasan atas 9/11, Amerika Serikat menginvasi Afghanistan, menyulut pertikaian sipil berkepanjangan di sana dan di negara tetangga Pakistan.
·          Setahun kemudian, ancaman invasi Amerika terhadap Irak menimbulkan demonstrasi damai terbesar dalam sejarah dunia, di mana sekitar 16 juta orang berusaha menghentikan desakan untuk berperang. Sebagaimana diketahui, mereka gagal, dan dunia masih sempoyongan akibat invasi tersebut.
·         Pada tahun 2004 terungkap bahwa orang-orang Amerika, di bawah pengawasan ketat para pejabat tinggi, secara rutin menyiksa tahanan Al Qaeda dan tahanan-tahanan lain di penjara Abu Ghuraib di Irak dan, sebagaimana akhirnya terkuak, di “tempat-tempat gelap” di seluruh dunia.
·         Masih di tahun 2004, sebuah demonstrasi besar-besaran menentang pemilu yang curang menyulut sebuah revolusi di Ukraina, bekas Republik Soviet yang memperoleh kemerdekaan sesudah keruntuhan imperium Soviet.
·         Saat kami menulis, mulai tersebar berita bahwa Amerika Serikat mengembangkan sebuah jaringan pengawasan serba meliputi yang mampu menjaring lalu lintas panggilan telepon dan Internet di seluruh dunia. Temuan ini dibenarkan oleh Edward Snowden—seorang kontraktor NSA yang membocorkan rahasia—pada tahun 2013.
Buku Meyer dan Tarrow memaparkan gerakan-gerakan sosial yang mereka amati pada tahun 1990-an dengan sangat baik. Tetapi seperti banyak teks lain yang tumbuh dalam tradisi politik perseteruan Amerika, The Social Movement Society menetapkan batasan-batasan perseteruan yang terlalu sempit. Buku itu menganalisis sebuah spektrum sempit gerakan-gerakan yang terutama bersifat sekuler di negara-negara yang umumnya demokratis Utara global selama sebuah periode ketika siklus utama perseteruan—siklus 1960-an dan 1970-an—menyurut dan siklus yang baru belum dimulai.
Edisi pertama buku ini bertujuan mengkaji cakupan yang jauh lebih luas bentuk-bentuk perseteruan. Dalam buku itu, Charles Tilly dan saya menggarap tiga problem analitis:
Pertama, kami yakin bahwa sekalipun gerakan sosial adalah sektor yang kuat dan penting dalam politik perseteruan, ia tidak berdiri sendiri. Bersama dan berinteraksi dengan gerakan sosial adalah kerusuhan, gelombang pemogokan, pemberontakan, revolusi, perang saudara, episode-episode nasionalis dan pertikaian etnis—jenis-jenis episode yang semakin sering kita jumpai dalam abad baru.
Kedua, dalam pandangan kami jika kita ingin memahami fenomena semacam itu, kita membutuhkan sebuah kosakata bagi analisis yang lebih sempit dari penyebutan hukum-humum umum tetapi cukup lebar untuk memfasilitasi perbandingan antara berbagai bentuk perseteruan yang berlainan.
Ketiga, bentuk-bentuk persteruan tidak statis: kadang-kadang bentuk-bentuk protes pasifis meningkat menjadi kekerasan dan revolusi; di lain waktu bentuk-bentuk perseteruan kekerasan menjadi normal dan memberikan jalan bagi politik rutin. Dalam pertimbangan kami kajian-kajian yang hanya berfokus pada gerakan sosial tidak akan bisa menangkap dinamika-dinamika tersebut.
Contentious Politics berpandangan bahwa strategi terbaik dalam menghadapi ketiga problem analitis di atas bukanlah menelusuri gerakan demi gerakan atau episode demi episode, tetapi mengidentifikasi mekanisme dan proses lazim—dalam kombinasi berbeda, tentunya—yang beroperasi dalam berbagai politik perseteruan dan menimbulkan perubahan. Edisi ini mengikuti strategi analisis yang sama, dengan beberapa perubahan signifikan tentunya.
Sejak 2007, ketika kami menerbitkan Contentious Politics, dunia menyaksikan semakin banyak perseteruan. Perhatikan hal-hal berikut:
·         Di Amerika Serikat pada tahun 2010 sebuah gerakan populis konservatif—Tea Party—bergolak melawan kebijakan dan pribasi presiden Afrika Amerika pertama negara itu, menggoyang perimbangan internal antara kubu moderat dan konservatif dalam tubuh Partai Republikan dan menggeser titik berat partai itu ke kanan.
·         Perkembangan itu disusul oleh pencetusan gerakan populis-kiri, Occupy Wall Street, yang menyebar menjadi pendudukan halan di sekitar 180 kota di Amerika Serikat dan bahkan di luar negeri.
·         Pada saat yang kurang lebih bersamaan, bermula di Spanyol, apa yang disebut gerakan indignados menyebar ke seluruh Eropa memrotes kebijakan-kebijakan kaku draconian yang diberlakukan atas negara-negara anggota Uni Eropa oleh Bank Sentral Eropa.
·         Pada tahun 2011, sebuah gelombang protes pecah menentang pemerintah-pemerintah otoriter di Afrika Utara dan Timur Tengah, menimbulkan kudeta militer di Mesir, perang saudara di Syria dan Yaman, dan nyaris runtuh totalnya ketertiban di Libya. Tetapi ketika tulisan ini dibuat, meskipun banyak harapan besar dicetuskan oleh apa yang dinamakan “Arab Spring” ini, satu-satunya rezim konstitusional hanya bertahan di Tunisia, negara kecil di mana gerakan itu bermula.
·         Satu dekade setelah “Revolusi Hijau” di Ukraina, yang kami tulis pada tahun 2006, sebuah revolusi berhasil mendongkel presiden negara itu; tetapi peristiwa ini berujung pada pengambilalihan Krimea oleh Rusia dan sebuah pemberontakan separatis di bagian timur negara itu yang masih berlangsung saat prakata ini ditulis.
·         Pada pertengahan 2014, para mahasiswa dan aktivis penganjur demokrasi bergabung dalam sebuah kampanye bagi pemilihan bebas di kota Hong Kong, yang sejak tahun 1997 berada di bawah kekuasaan Cina Komunis.
·         Pada bagian terakhir tahun itu, kekerasan polisi di Ferguson, Missouri, dan terorisme Islamis di Paris, Prancis, menimbulkan gelombang demonstrasi damai yang dilancarkan warga negara yang marah, dalam kasus pertama, karena apa yang mereka pandang sebagai prasangka rasial dan, dalam kasus kedua, mendukung kebebasan berbicara.
Meski tidak berusaha “meliput” semua episode besar perseteruan di seluruh dunia, edisi baru ini menggunakan banyak episode tersebut untuk mendukung pesan buku ini. Episode-episode itu merentang dari pergolakan perlawanan terhadap kediktatoran Timur Tengah hingga pertikaian sipil dan reaksi-reaksi yang menyusul; mulai dari gerakan “Occupy Wall Street” di Amerika Serikat hingga gerakan “Occupy Central” di Hong Kong; dari perseteruan digital dan perjuangan bagi perkawinan sejenis di Amerika Serikat hingga konflik bersenjata di perbatasan bekas Uni Soviet.
Setelah Contentious Politics diterbitkan pada 2007, kedua penulis terus mengembangkan pendekatan yang mereka pakai dalam riset baru dan penulisan. Sebelum meninggalkan kita pada tahun 2008, Tilly menerbitkan dua studi kunci: Regimes and Repertoires, terbit pada tahun 2006, dan Contentious Performances, yang muncul dua tahun kemudian, tak lama sebelum dia meninggal dunia. Sidney Tarrow juga sibuk, menerbitkan Strangers at the Gates pada tahun 2012, The Language of Contention pada tahun 2013, dan War, States, and Contention pada tahun 2015, sebagai penghormatan bagi mendiang teman dan kolaboratornya. Edisi ini bertumpu pada karya mutakhir kedua penulis, memperluas cakrawala buku melampuai yang kami cakup dalam edisi pertama.
Edisi baru ini juga akan memanfaatkan banyak sekali kajian-kajian spesialis yang dilakukan para sarjana lain dalam bidang makin meluas politik perseteruan karya para sarjana lain selama dekade terakhir dalam rangka menyediakan kajian-kajian tersebut bagi khalayak mahasiswa. Edisi ini terutama bersandar pada karya Eitan Alimi, Javier Auvero, Donatella della Porta, Diana Fu, Michael Heaney dan Fabio Rojas, dan Neil Ketchley, tak seorang pun dari mereka memikul sedikit pun tanggung jawab atas penggunaan penelitian mereka oleh saya. Saya terutama berterima kasih kepada para sejawat ini atas kesediaan mereka membaca bagian-bagian naskah yang memanfaatkan karya mereka dan memastikan saya memahami nuansa dalam episode-episode perseteruan yang mereka paparkan. Saya juga berterima kasih kepada Chan Suh, Yisook Lim, dan Sarah serta Susan Tarrow atas bantuan mereka dalam produksi buku edisi ini, Chris Tilly adalah sumber penting dukungan moral ketika saya berusaha menangkap kreativitas dan keahlian ayahnya.
Secara garis besar buku ini mengikuti struktur edisi pertama, dengan proposisi-proposisi teoretis diramu dengan contoh-contoh kerja empiris dan studi-studi kasus dalam setiap bab. Seperti edisi pertama, ia tidak berhenti dengan paparan: ia memandang analisis tentang politik perseteruan bukan sebagai seni rahasia atau ilmu tak tergapai melainkan sebagai kecakapan yang bisa dijangkau dengan kerja keras dan penyelidikan cerdas para mahasiswa, di samping juga banyak peneliti senior. Terdapat pula sebuah bab baru yang berfokus pada protes-protes global dan kekerasan transnasional yang menjadi ciri penting lima belas tahun pertama abada kedua puluh satu. Ada sebuah kesimpulan baru, yang didasarkan pada tiga fenomena mutakhir: kampanye bagi perkawinan sejenis, gerakan-gerakan yang mengikuti krisis keuangan 2008, dan penggunaan media sosial untuk mobilisasi.
Sidney Tarrow
Ithaca, New York
Februari, 2015.


Catatan: Diterjemahkan dari Charles Tilly & Sidney Tarrow, Contentious Politics, Oxfor University Press, h. xi - xv

Comments

Popular posts from this blog

Para Pembunuh

Rumah Jagal Lima (Slaughterhouse-Five)

Contentious Politics (3)