Orang-orang Indian Pergi
![]() |
The Nick Adams Stories, Ernest Hemingway |
Jalan
Petoskey adalah garis lurus yang menapak naik dari tanah pertanian milik Kakek
Bacon. Tanah pertanian ini terletak di ujung jalan. Karenanya tampak
seolah-olah bahwa jalan tersebut berawal dari tanah perkebunan Kakek Bacon dan
lurus menuju Petoskey. Jalanan yang lurus itu dipagari pepohonan di sepanjang
tanjakan menuju bukit, curam dan berpasir, dan kemudian hilang ditelan hutan di
mana lereng yang landai berakhir pada sebuah lahan tempat berdirinya pemotongan
kayu.
Masuk
ke dalam hutan, jalan terasa dingin dan pasirnya lembap. Naik turun membelah
hutan yang dipenuhi semak buah berry dan pohon-pohon muda di kedua sisinya yang
secara periodik harus dipangkas agar tidak menutup jalan. Di musim panas,
orang-orang Indian memetik buah berry yang tumbuh sepanjang jalan dan
menjualnya ke pondok. Buah-buah berry warna merah dalam keranjang menjadi rusak
karena saling berhimpitan, dan mereka menutupnya dengan daun-daun agar tetap
segar, setidak-tidaknya buah-buah pada tumpukan teratas tetap kelihatan segar
dan kemilau di setiap keranjang. Orang-orang Indian membawa keranjang-keranjang
tersebut, menembus hutan menuju pondok di tepi danau. Kita tak akan pernah bisa
mendengar langkah mereka. Tiba-tiba saja mereka berdiri di muka pintu dapur
dengan keranjang-keranjang penuh buah berry. Kadang Nick, sambil berselonjor di
buaian, mencium bau khas orang Indian. Dia mencium bau seperti itu pertama
kalinya ketika Kakek Bacon menyewakan pondoknya pada orang-orang Indian dan
setelah mereka meninggalkan pondok sewaannya, dia masuk ke pondok yang baru
ditinggalkan dan mencium bau itu. Setelah itu Kakek Bacon tidak pernah bisa
lagi menyewakan pondok itu kepada orang kulit putih dan tidak ada lagi orang
Indian yang menyewanya. Ini sebabnya: Indian yang menempati pondok itu suatu
hari pergi ke Petoskey untuk mabuk-mabukan pada perayaan kemerdekaan 4 Juli
dan, sekembalinya dari sana, dia merebahkan diri di atas rel kereta api Pere
Marquette dan dilindas kereta yang lewat pada tengah malam. Indian itu sangat
tinggi. Bersebelahan dengannya, Nick hanya tampak seperti debu yang menempel di
dayung kano. Indian itu hidup sendirian di pondok dan minum untuk membunuh rasa
sakit dan masuk hutan sendirian di waktu malam. Banyak Indian melakukan hal seperti itu.
Dan
tidak ada Indian yang sukses. Sebelumnya ada juga memang – Indian-Indian yang memiliki
tanah pertanian dan menggarapnya dan kemudian menjadi tua dan gemuk, memiliki beberapa
anak dan cucu. Contohnya adalah Indian seperti Simon Green yang tinggal di
Horton Creek dan memiliki tanah pertanian yang luas. Namun, Simon Green telah
mati dan anak-anaknya telah menjual tanah pertanian yang ditinggalkannya,
membagi duitnya, dan semuanya minggat entah ke mana.
Nick
ingat Simon Green sedang duduk di kursi depan toko pandai besi di Horton Bay,
keringatnya berjatuhan di bawah matahari; sementara itu, di dalam, kudanya
sedang dipasangi ladam. Nick sedang mencangkul tanah yang dingin dan lembap di
bawah atap gudang untuk mencari cacing, dia mencongkel bongkahan tanah dan tangannya
berlepotan, dan dia mendengar gemerincing besi sedang ditempa. Nick memasukkan
tanah ke dalam kaleng untuk cacing-cacing yang didapatnya, dan meratakan
kembali tanah bekas cangkulan. Di luar, di bawah matahari, Simon Green duduk di
kursinya.
“Halo,
Nick,” sapanya ketika Nick keluar.“Halo, Pak Green.”
“Mau mancing?”
“Yah.”
“Panas
sekali hari ini,” Simon ketawa. “Katakan pada ayahmu kita akan punya banyak
burung di musim gugur.”
Selanjutnya
Nick berjalan melintasi pekarangan di belakang toko menuju ke rumahnya untuk
mengambil joran dan kepis tempat ikan. Dalam perjalanannya ke sungai kecil dia
melihat Simon Green melintasi jalan dengan keretanya. Nick baru saja masuk ke
semak-semak dan Simon tidak melihatnya. Itu adalah kali terakhir Nick melihat
Simon Green. Dia meninggal pada musim dingin dan ketika musim panas tanah
pertaniannya dijual. Dia tidak meninggalkan apa-apa selain tanah pertanian.
Segala rezekinya dia belikan tanah pertanian. Salah seorang anaknya ingin
melanjutkan bertani, tetapi yang lain menolak dan tanah pertanian itu dijual.
Hasilnya bahkan tidak sampai separuh yang dari yang diharapkan.
Eddy,
anak lelaki Green yang ingin melanjutkan bertani, membeli sebidang tanah di
pelosok Spring Brook. Dua anak lelaki lainnya berjudi di kamar bola di
Pellston. Mereka kalah dan bangkrut. Begitulah cara orang-orang Indian pergi.
Tentang Ernest Hemingway bisa dibaca di sini
Comments
Post a Comment