Bahasa Yang Dimengerti Semua Bangsa
Aphra
Behn, seorang penulis lakon abad ketujuh belas yang dibesarkan di Suriname, menulis
dalam lakonnya The Rover pada tahun 1677, “Uang berbicara dalam sebuah
bahasa yang dimengerti semua bangsa.” Bukan cuma berbicara, uang juga
memberlakukan pengertian itu pada masyarakat mana pun yang ia taklukkan, dan
itu dilakukannya dengan cara menundukkan semua institusi dan sistem lainnya.
Sejak ditemukannya, uang kian menjadi penting dalam masyarakat Barat dan
akhirnya menengelamkan sistem feodal dan hierarki aristokrasi peradaban-peradaban
sebelumnya. Ketika uang menyapu sejarah dan merambah berbagai masyarakat,
dampaknya di Yunani dan Romawi kuno terlihat sama mengejutkannya dengan di
Jepang dan Jerman modern.
Kecenderungan uang untuk menggusur nilai-nilai keluarga sudah terlihat
sejak dini di Jepang dalam karya-karya penulis abad ketujuh belas Saikaku
Ihara. Dia menulis berbarengan masanya dengan Aphra Behn, hanya saja di belahan
dunia yang berbeda; tetapi pengamatannya atas kehidupan terdengar sangat
familiar: “Kelahiran dan silsilah tidak ada artinya: uang adalah satu-satunya pohon keluarga bagi seorang
warga kita … Benar bahwa ayah dan ibu memberi kita kehidupan, tetapi cuma uang
yang melestarikannya.” Apa yang dia
tulis pada abad ketujuh belas itu digaungkan pada tahun 1936 oleh Gertrude
Stein, yang mengatakan bahwa “yang membedakan manusia dari binatang adalah
uang.”
Meski ada hal-hal kecil lain yang menyatukan kebudayaan mereka, uang
menghasilkan sentimen-sentimen serupa pada seorang penyair abad kedua puluh,
filsuf Romawi abad kedua, dan seorang penulis bisnis Jepang abad ketujuh belas.
Komentar-komentar mereka mempertlihatkan bagaimana uang tumbuh menjadi unsur
utama dalam suatu masyarakat baru dan kompleks yang begitu berbeda dari
masyarakat Dogon, Hopi, atau Nuer.
Uang berpengaruh lebih besar pada kehidupan seorang pria Amerika yang
bekerja di lantai Bursa Efek New York ketimbang pada kehidupan seorang wanita
Dogon di pasar Bandiagara, tetapi perbedaan itu cuma terletak pada derajat
bukan pada jenis. Perbedaan itu lebih bersifat kuantitatif ketimbang kualitatif
karena orang Dogon juga menyusuri jalan yang sama seperti yang ditempuh
berbagai budaya moneter dunia. Orang Dogon berjalan lebih pelan daripada
kebanyakan dari kita, tetapi jalan hidup perekonomian kita boleh jadi sedang
memudar sama cepatnya dengan tatkala ia muncul.
Pria muda yang mencari nafkah di lantai Bursa Efek New York akan segera
tampak sama antik dan ketinggalan jaman seperti ibu muda yang menyunggi susu
dan telur itu. Mereka sama-sama bekerja dalam sistem pasar yang dengan cepat
menjadi kuno tatkala uang berubah menuju bentuk baru yang menghendaki pasar model
baru, cara-cara baru melakukan transaksi keuangan, juga bisnis jenis baru.
Dipetik dari Jack Weatherford, The History of
Money, Crown Publishers Inc, New York, 1997, diterjemahkan oleh Noor Cholis dengan judul Sejarah Uang, PT Bentang Pustaka, Yogyakarta (2005)
Sumber
gambar: http://www.biography.com/people/aphra-behn-9205086
Comments
Post a Comment