Rumah Jagal Lima (Slaughterhouse-Five)


Novel Rumah Jagal Lima (terjemahan Slaughterhouse-Five karya Kurt Vonnegut)
Rumah Jagal Lima (terjemahan Slaughterhouse-Five)

Saya sudah merampungkan buku perang saya sekarang. Yang akan saya tulis berikutnya pasti menyenangkan.
Yang satu ini gagal, itu pasti, karena ia ditulis oleh patung garam. Ia berawal begini:
Dengarlah:
Billy Pilgrim melayang dalam waktu.
Ia berakhir begini:
Tuit-tuu-wiit? 
[ ... ]
Begitulah bunyi akhir Bab Satu novel Rumah Jagal Lima (Slaughterhouse-Five). Benar, Kurt Vonnegut gagal, gagal menghasilkan karya yang buruk. Tidak hanya menjadi novel paling bagus Vonnegut dan salah satu buku terpenting yang pernah ditulis sejak 1945, ketika orang menyebut suatu karya termasuk kategori “Vonnegutian” yang mereka rujuk adalah Slaughterhouse-Five.
Meskipun banyak orang mengenal karya satir yang lahir dari pengalaman ditawan di Dresden ini dengan or Slaughterhouse-Five, sesungguhnya judul lengkapnya adalah Slaughterhouse-Five or The Children’s Crusade, a Duty-dance with Death. Berkisah tentang pengalaman Billy Pilgrim, asisten imam tentara, yang tertangkap dalam Pertempuran Bulge dan kemudian ditawan di Dresden dan menjadi saksi pengeboman yang dipercaya lebih mengerikan dari pengeboman Hiroshima itu, buku ini diberi judul, dengan pas Rumah Jagal. Apa perang itu kalau bukan penjagalan besar-besaran?
Kurt Vonnegut, waktu itu prajurit pengintai infanteri, juga tertangkap di Bulge dan ditawan di Schalchthöf-funf Dresden. Beberapa kali dia menyebut dirinya dalam berbagai kejadian tak jauh dari Billy Pilgrim, bisa dikatakan buku ini adalah biografi Kurt Vonnegut juga.
Tentang Perang Salib Anak-anak, judul inilah yang dijanjikan Vonnegut kepada Mary O’Hare, istri teman karibnya sesama prajurit pengintai infanteri dalam Perang Dunia II,  Bernard V. O’Hare. Begini katanya:
“Nah, aku tahu,” ujarnya. “Kalian akan bertingkah sebagai pria bukannya bayi, dan kalian akan diperankan di film-film oleh Frank Sinatra dan John Wayne atau orang-orang gaek glamour bejat pemuja perang macam itu. Dan perang akan tampak hebat, sehingga kita akan mengalami lebih banyak perang lagi. Dan peperangan itu akan dilancarkan oleh bayi-bayi seperti yang di lantai atas itu.”
Barulah saya mengerti. Ternyata perang yang membuatnya naik pitam. Dia tak sudi bayinya atau bayi siapa saja terbunuh dalam perang. Dan menurutnya perang sebagian dipacu oleh buku dan film.
Saya mengangkat tangan kanan dan bersumpah: “Mary,” janji saya, “aku rasa bukuku ini tidak akan pernah rampung. Sampai sekarang aku pasti sudah menulis lima ribu halaman, dan membuang semuanya. Andaipun aku sempat menyelesaikannya, aku bersumpah padamu: tidak ada peran bagi Frank Sinatra atau John Wayne.
“Asal kamu tahu,” kata saya, “akan kuberi judul ‘Perang Salib Anak-anak’.”
Mary menjadi teman saya sejak itu.
[ ... ]
Tentang Perang Salib anak-anak yang sesungguhnya, Vonnegut mengutip Charles Mackay, LL. D. yang memandang rendah semua Perang Salib. Perang Salib Anak-anak menggugahnya cuma karena sedikit lebih kotor ketimbang kesepuluh Perang Salib orang dewasa. Melalui seorang kolonel Inggris yang ditawan di kamp yang sama dengan Billy Pilgrim, dan Kurt Vonnegut juga tentunya, Vonnegut berpandangan bahwa Perang Dunia Kedua tak ubahnya Perang Salib Anak-anak:
Derby menjelaskan bahwa umurnya empat puluh lima, artinya dia dua tahun lebih tua dari si kolonel. Kolonel tadi berkata bahwa serdadu Amerika yang lain sudah bercukur semua, cuma Billy dan Derby yang masih berjenggot. Dia melanjutkan, “Kau tahu kan—kita pernah membayangkan bagaimana perang di sini, dan kita membayangkan perang ini dilancarkan oleh orang-orang berumur seperti kita. Kita lupa bahwa perang ini dikobarkan oleh para bayi. Saat kulihat wajah-wajah yang baru dicukur itu, aku terperanjat. ‘Astaga, Ya Tuhan—’ kataku dalam hati, ‘Ini Perang Salib Anak-anak.’”
Vonnegut pernah mengatakan kepada Harrison Starr, si pembuat film, bahwa dia sedang menulis buku tentang Dresden. Sambil mengangkat alis Harrison Starr bertanya menyelidik, “Itu buku anti-perang, ya?” Ketika dijawab ya, dengan nada sinis Starr berkata, “Mengapa tidak kautulis buku anti-gletser saja?” Yang dia maksud, tentunya, akan selalu ada perang, bahwa menghentikan peperangan sama mudahnya dengan menghentikan gletser. Kurt Vonnegut juga percaya itu seraya menambahkan, “Dan kalaupun perang tidak terus berdatangan seperti gletser, tetap saja akan ada kematian wajar karena tua.” Inilah “Tarian-wajib dengan Kematian” itu.
Narator mengutip CĂ©line, tentara Prancis gagah berani dalam Perang Dunia Pertama yang mengatakan “Tidak ada seni yang mungkin tanpa sebuah tarian dengan kematian.” Billy Pilgrim menghabiskan sebagian besar hidupnya bergelut dengan kematian—melihatnya dalam mimpi, berjalan mundur dalam waktu bersamanya, berusaha menghindarinya bersama penduduk Tralfamadore. Biar bagaimanapun, tarian Billy maupun narator (Vonnegut) dilakukan di luar kemauan mereka. Mereka berdua sama-sama bertempur dalam sebuah perang yang berada di luar kontrol mereka, dan bukan pilihan mereka. Itulah tarian tak dikehendaki dengan kematian; sebuah tarian wajib dengan kematian.
Akhirnya, kisah Billy Pilgrim, prajurit di pihak yang membanggakan diri karena memerangi kejahatan sejati masa itu, pihak pemenang yang lazimnya berhak menulis sejarah, ini tentu saja adalah kisah anti-perang. Tetapi tidak akan Anda jumpai sikap marah-marah dengan nada tinggi mengutuki perang dan memuja-muja impian tentang dunia yang bebas dari perang. Percayalah, ramuan satir dan humor getir dan fiksi ilmiah Vonnegut sang maestro bercerita lebih dari sekadar perang dan anti-perang.
[ ... ]



Cuplikan terjemahan novel Slaughterhouse-Five (Rumah Jagal Lima) karya Kurt Vonnegut Jr. ini bisa dilihat di sini, sini, sini, dan sini.

Keterangan buku:
Judul          : Rumah Jagal Lima (Slaughterhouse-Five oleh Kurt Vonnegut Jr.)
Penerjemah : Noor Cholis
Penerbit      : KJ Yogyakarta (2015)
Tebal           : 188 halaman

Comments

Popular posts from this blog

Para Pembunuh

Kekekalan (L'Immortalite), Milan Kundera